TEMPO.CO, Washington - Gedung Putih, Senin, 29 Juli 2013, mengeluarkan pernyataan berisi kutukan terhadap apa yang disebut dengan kekerasan berdarah di Mesir, namun Amerika Serikat belum mengambil langkah penundaan bantuan militer ke Mesir.
Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest, mengatakan kekerasan yang menewaskan 80 orang di Kairo merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi di Mesir dan tidak pas dengan janji pemerintahan sementara yang secepatnya mengembalikan ke pemerintahan sipil.
"Amerika Serikat mengutuk keras pertumpahan darah dan kekerasan di Kairo dan Aleksandria," demikian kata Earnest dalam sebuah pernyataan seraya menyerukan agar militer pendukung pemerintahan sementara respek terhadap hak-hak pengunjuk rasa.
Namun ketika ditanya wartawan mengenai kekerasan akankah dapat mendorong Amerika Serikat menunda bantuan militer ke Mesir, Earnest menjawab, "Saya tak bisa melaporkan perubahan (kebijakan) kepada Anda hari ini." Dia menambahkan, bantuan militer ditinjau kembali sejak militer Mesir mengambil alih kekuasaan pada 3 Juli 2013.
Pada Sabtu, 27 Juli 2013, pendukung presiden terguling Muhammad Mursi, berunjuk rasa besar-besaran di Kairo dan sejumlah kota besar lainnya di Mesir. Kehadiran mereka di jalanan dan Lapangan Kota Nasr justru disambut amuk senjata api oleh aparat. Menurut sejumlah laporan, akibat bedil petugas keamanan, lebih dari 100 orang tewas, sebagian besar adalah aktivis Al-Ikhwanul Al-Muslimin, pendukung utama Mursi.
Kementerian Dalam Negeri membantah bahwa aparat keamanan menggunakan peluruh tajam dalam menghadapi pengunjuk rasa. "Aparat kepolisian hanya menembakkan gas air mata ke arah perusuh."
AL ARABIYA | CHOIRUL
Topik Terpanas:
Anggita Sari | Bisnis Yusuf Mansur | Kursi Panas Kapolri | Hormon Daging Impor | Bursa Capres 2014
Berita Terpopuler:
Jokowi Blusukan: `Pemerintah Kebobolan`
Dipaksa Minta Maaf, Ahok Telpon Haji Lulung
Dahlan Iskan Bakal Calon Presiden dari Demokrat
Pengacara Mario: KPK Jangan Umbar Wacana
Jokowi Ikut Konvensi? Demokrat: Tidak Ingat