TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Dasar Departemen Kesehatan, Ratna Dewi Umar, dituntut hukuman pidana 5 tahun penjara. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menilai Ratna terbukti melakukan korupsi, sehingga merugikan keuangan negara sampai Rp 50,4 miliar dalam proyek pengadaan alat kesehatan pada 2006 dan 2007.
"Menuntut, menjatuhkan hukuman pidana 5 tahun penjara, ditambah pidana denda Rp 500 juta atau diganti 6 bulan kurungan," kata jaksa Kresno Anto Wibowo saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2013.
Kresno menjabarkan, kasus ini bermula saat Depertemen Kesehatan--yang sekarang menjadi Kementerian Kesehatan--melakukan pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka penanggulangan wabah flu burung tahun anggaran 2006. Ratna yang saat itu menjadi pejabat pembuat komitmen membahas rencana tersebut dengan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.
Siti lalu memerintahkan agar metode pelaksanaan pekerjaan itu dilakukan melalui penunjukan langsung, dengan menunjuk Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo. Atas perintah ini, Ratna lalu bertemu dengan Rudi Tanoe. Perusahaan Rudi Tanoe, PT Prasasti Mitra, kemudian mengirimkan surat yang berisi dua jenis alat kesehatan yang diperlukan pada 25 Maret 2006. Padahal, saat itu pengadaannya belum dimulai.
Atas persetujuan Siti, Ratna lalu membuatkan surat penunjukan langsung untuk perusahaan yang dipinjam benderanya oleh Prasasti Mitra, PT Rajawali Nusindo, dengan tanggal mundur. Lantaran tak memiliki alat-alat yang dibutuhkan, dalam pelaksanaannya Rajawali menyerahkannya pekerjaan bernilai Rp 30 miliar ini kepada Prasasti Mitra. Oleh Prasasti Mitra, pekerjaan tersebut kembali dialihkan ke beberapa agen tunggal. Menurut jaksa, perbuatan Ratna ini telah melawan hukum.
Hal yang sama dilakukan oleh Ratna pada tiga proyek berikutnya, yakni penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2006, pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan penanganan flu burung dari DIPA Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perubahan tahun anggaran 2007, serta pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung dari DIPA APBN-P tahun anggaran 2007.
Perbuatan Ratna tersebut dinilai jaksa menguntungkan sejumlah perusahaan sekaligus merugikan keuangan negara. Adapun korporasi yang diuntungkan dari empat proyek pengadaan ini adalah PT Rajawali Nusindo, PT Prasasti Mitra, PT Airindo Sentra Medika, PT Fondaco Mitratama, PT Kartika Sentamas, PT Heltindo Internasional, PT Kimia Farma Trading, PT Bhineka Usada Raya, dan PT Cahaya Prima Cemerlang.
Dalam pengadaan pertama dan kedua, kata jaksa, muncul kerugian negara sekitar Rp 10,2 miliar, sesuai dengan penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Sedangkan pada pekerjaan ketiga sebesar Rp 27,9 miliar, dan keempat Rp 12,3 miliar.
Akibat perbuatan ini, jaksa menjerat Dewi dengan dakwaan primer, yakni Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
NUR ALFIYAH
Topik Terpanas:
Ahok vs Lulung | Anggita Sari | Bisnis Yusuf Mansur | Kursi Panas Kapolri | Daging Impor
Berita Terpopuler:
Ahok: Saya Enggak Pernah Musuhan dengan Lulung
Ini 11 Proyek Yang Dilaporkan Nazaruddin ke KPK
Nazaruddin Janji Ungkap Kasus yang Lebih Besar
Ketua KPU Jatim: Jumat Khofifah Resmi Jadi Cagub
Dahlan Iskan Copot Dirut Merpati Rudy Setyopurnomo
Pejabat Pemukul Pramugari Sriwijaya Dicopot