TEMPO.CO, Kairo - Kementerian Dalam Negeri Mesir, Rabu, 31 Juli 2013, mengeluarkan pernyataan yang berisi memberikan kuasa penuh kepada aparat kepolisian untuk membersihkan para demonstran pendukung presiden terguling Muhammad Mursi dari jalanan, karena dianggap telah mengancam keamanan nasional.
“Situasi di Lapangan Rabaa al-Adawiya dan Nahda kian membahayakan. Oleh sebab itu, terorisme dan aksi blokade jalanan tidak bisa diterima lagi karena telah membahayakan keamanan nasional,” demikian salah satu butir pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri, Rabu, 31 Juli 2013.
Menyusul pengumuman tersebut, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mendesak pemerintah Mesir agar menghormati hak-hak berunjuk rasa dengan damai.
Sejak Presiden Muhammad Mursi digulingkan oleh militer pada 3 Juli 2013, penyokong pemimpin dari kalangan Islam, Al-Ikhwanul Al-Muslimin, terus-menerus berunjuk rasa. Mereka saban hari menggelar demonstrasi di kedua lapangan, Rabaa al-Adawiya dan Nahda, guna menuntut agar kekuasaan Mursi dikembalikan seperti sedia kala.
"Pemerintah telah memutuskan untuk mengambil semua langkah yang diperlukan guna menghadapi dan mengakhiri tindakan berbahaya. Dalam hal ini, tugas Kementerian Dalam Negeri adalah melakukan semua yang diperlukan sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku," tegas pernyataan tersebut.
Koresponden Al Jazeera, Dorothy Parvaz, dalam laporannya dari ibu kota Kairo menyebutkan, pernyatan keras pemerintah itu agaknya tak menyurutkan demonstran berunjuk rasa.
“Meskipun kabinet Mesir telah mengeluarkan pernyataan bahwa petugas keamanan akan menyapu bersih aksi duduk (pendukung Mursi), aliran orang terus berdatangan menuju Rabaa (al-Adawiya) di Kota Nasr.”
Menanggapi keputusan pemerintahan Mesir yang memberikan mandat sepenuhnya kepada petugas keamanan mengakhiri aksi para pendukung Mursi, Amnesty International bersuara kencang. Menurutnya, pernyataan tersebut merupakan sebuah resep pertumpahan darah.
“Mengingat catatan buruk petugas keamanan Mesir dalam menangani unjuk rasa dengan kekuatan mematikan dan tidak beralasan, pengumuman terbaru ini memberikan stempel persetujuan penyalahgunaan kekuasaan lebih lanjut," kata Hassiba Hadj Sahraoui, Wakil Direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di Amnesty.
Khalil Anani, pengamat gerakan islam dan penulis Al-Ikhwanul Al-Muslimin di Mesir, mengatakan kepada Al Jazeera di Kairo, mandat yang diberikan kepada aparat keamanan guna menumpas gerakan jalanan bakal menimbulkan kekerasan dan pertumpahan darah dalam beberapa hari mendatang. “Mandat tersebut dapat menimbulkan proses politik yang rumit.”
AL JAZEERA | CHOIRUL
Berita Lain:
Bayi 'Raksasa' Lahir di Jerman
Hadiah Bayi untuk Pemenang Acara TV Pakistan
Merasa Dicurangi, Pizza Hut Hapus Menu Salad