TEMPO.CO, Sydney - Bank Sentral Australia memangkas suku bunga acuan pada level rendah, dari 2,75 persen menjadi 2,5 persen. Langkah ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pekan lalu, pemerintah Australia juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga menyatakan pengangguran terancam naik di tengan pertumbuhan yang lambat.
Pemangkasan suku bunga ini terjadi beberapa hari setelah Perdana Menteri Kevin Rudd mengumumkan, bahwa pemilihan umum akan digelar pada 7 September. Ekonomi Australia diharapkan menjadi isu hangat dalam pemilu selain perubahan iklim.
Menteri Keuangan, Chris Bowen, menyambut baik langkah tersebut. "Pemangkasan ini berarti bahwa sebuah keluarga dengan kredit rumah senilai 300 ribu dolar Australia sekarang harus membayar sekitar 500 ribu dolar Australia dalam jangka waktu kurang dari sebulan," ujarnya seperti dikutip laman BBC, Rabu, 7 Agustus 2013.
Menurut dia, jika suku bunga sekarang diturunkan, hal itu disebabkan kondisi ekonomi saat ini yang mengharuskan suku bunga dipangkas. "Jika suku bunga turun ini karena pemerintah menghadapi ekonomi yang lebih berat dibandingkan pemerintah sebelumnya."
Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi Australia digerakkan oleh sektor sumber daya. Permintaan yang tinggi dari negara seperti Cina membuat penjualan komoditas melonjak. Hal ini membantu Australia menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi di tengah krisis global. Tapi perkembangan ekonomi terbaru serta fluktuasi harga komoditas telah mengganggu ekonomi Australia.
Ekonomi Australia diprediksi tumbuh 2,5 persen, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang mencapai 2,75 persen. Analisis dari RBC Capital Markets, Michael Turner, mengatakan, perlambatan ekonomi mendorongbank sentral untuk menurunkan suku bunga pinjaman untuk mengurangi beban pelaku ekonomi dan konsumen.
"Ekonomi mungkin melambat, jadi pemerintah mulai mengambil langkah penyesuaian berupa pemangkasan suku bunga," Turner. Dia memprediksi bank sentral akan memangkas suku bunga acuan 25 basis point pada kuartal terakhir tahun ini.
ANANDA TERESIA | BBC