Bandeng Jadi Pelengkap Ketupat Saat Lebaran

Editor

Nur Haryanto

Pedagang ikan bandeng. TEMPO/Prima Mulia
Pedagang ikan bandeng. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Makanan apa yang wajib ada di meja makan saat Lebaran? Tiap daerah tentu punya sajian berbeda, meski dengan satu kesamaan: ketupat sebagai makanan pokok. Dalam masyarakat Betawi, bandeng adalah teman ketupat pada Hari Raya Idul Fitri. "Bandeng itu biasanya ada di hari-hari besar bagi orang Betawi," kata Arif Ridwan, pemilik rumah makan Bandeng Rorod di Bekasi, Kamis pekan lalu.

Bandeng untuk masakan Betawi biasanya diambil dari tambak air payau, dari pesisir pantai Bekasi Utara hingga daerah Pantai Tanjung Pakis, Karawang. "Itu daerahnya banyak tambak dan bandengnya tidak bau lumpur," ujar Arif. Panen bandeng di kawasan itu dijual di Pasar Ikan Cilincing sehingga orang Betawi bilang itu bandeng Cilincing.

Ada banyak cara mengolah bandeng. Bagi masyarakat Betawi yang tinggal di daerah Batu Jaya, Karawang, semur bandeng adalah pelengkap ketupat. Sebab, daerah mereka dekat dengan tambak bandeng.

Tapi, untuk masyarakat Betawi yang tinggal di daratan, bandeng diolah menjadi pesmol atau pindang yang bisa jadi lauk pendamping. Khusus menjelang Lebaran atau Ramadan, ada tradisi nyorog atau bagi-bagi bingkisan kepada orang tua atau para sesepuh. "Dulu, biasanya orang tua dikasih bandeng mentah dan mereka yang olah," kata Arif, yang membuka restorannya sejak setahun lalu.

Tapi kini nyorog dengan bandeng bisa diberikan dalam bentuk matang, yaitu dalam olahan bandeng rorod, bandeng yang sudah dibersihkan durinya dan tinggal digoreng. Menurut Arif, bandeng berbeda dengan ikan lainnya, misalnya lele atau ikan mas. Bandeng justru semakin besar semakin enak dan tulangnya semakin sedikit. Apalagi hewan ini punya kulit yang kuat dan kenyal.

Tradisi nyorog yang masih dipegang sejumlah masyarakat Betawi membuat omzetnya meningkat selama bulan puasa dan menjelang Lebaran. Dari yang biasa 50 ekor bandeng per hari, naik hingga 150 ekor per hari.

Rasa gurih dan daging yang kenyal membuat bandeng cocok dimakan bersama dalam bentuk olahan bumbu kuning, pesmol, seperti saat acara syukuran, maulidan, atau acara budaya Betawi. "Satu nampan isinya bisa 3-4 bandeng," kata Arif. Pesmol adalah jenis olahan akulturasi Betawi dan Timur Tengah serta Cina.

Menurut Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra, pesmol yang mengandung kunyit, ketumbar, kencur, dan kemiri menunjukkan bahwa olahan ini sangat meriah dan penuh keintiman, seperti juga budaya Betawi.

Selain pesmol, ada pula olahan pindang serani bandeng. Menurut Yahya, nama serani berasal dari kata Nasrani. Kisahnya, olahan pindang bandeng ini berasal dari kaum Mardijker (orang pribumi Kristen yang setia terhadap Belanda atau sering disebut Portugis Hitam) di Kampung Tugu, Jakarta Utara. Karena dekat dengan perairan, olahan bandeng jadi populer untuk sajian hari raya kaum Nasrani, seperti Natal, Paskah, dan tahun baru.

Bandeng juga dipakai sebagai simbol keseriusan calon pengantin pria terhadap mempelainya. Yahya mengatakan, tahun 1940-1960-an, calon pengantin pria selalu mudah ditemukan di pasar malam perayaan Cap Go Meh. Musababnya, pada hari itu, aneka bandeng dijual dengan aneka ukuran. Dan yang berhasil mendapatkan bandeng terbesar sebagai persembahan ke besan menjadi nilai tambah calon mempelai ini. "Jadi plus-plus," kata Yahya sambil terkekeh.

Yahya menambahkan, ikan berduri banyak ini jadi pilihan kaum Betawi karena rasanya nikmat, mudah didapat, dan harganya tidak terlalu mahal sehingga lebih merakyat.

DIANING SARI