TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2013 tentang penunjukan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi bakal digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu akan dilayangkan ke PTUN pada Selasa, 12 Agustus 2013.
"Gugatan ini adalah salah satu dari dua cara untuk menggagalkan penunjukan tersebut," kata Peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch Tama Satya Langkun, Ahad, 11 Agustus 2013.
Tama mengaku sadar gugatan ke PTUN akan memakan waktu lama. Maka, sejak akhir Juli lalu Koalisi gencar menyuarakan protes penunjukan Patrialis. "Kami ingin Presiden sadar sendiri kemudian membatalkan pelantikan Patrialis," kata dia.
Patrialis telah ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi hakim konstitusi menggantikan hakim konstitusi Achmad Sodiki yang memasuki masa pensiun di Agustus ini. Ketua MK Akil Mochtar menyatakan sudah menerima Keppres itu pada Senin, 29 Juli 2013.
Selain menggugat Keppres, Koalisi juga bakal mengajukan uji materi Pasal 19 Undang-Undang MK. Dalam pasal itu, pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif supaya masyarakat bisa turut serta secara aktif.
"Setidaknya kami harus mendapat tafsir dari MK terkait Pasal 19 karena hingga kini setiap lembaga menafsirkannya secara berbeda," kata Bahrain, Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Bahrain mengatakan pada pasal 20 ayat 2 UU MK disebutkan pemilihan hakim konstitusi wajib diselenggarakan secara objektif dan akuntabel. Dia menilai pemilihan Patrialis didasarkan secara subjektif dan tak akuntabel.
"Presiden harus membentuk panitia seleksi calon hakim konstitusi supaya bisa menjaring calon hakim konstitusi yang berintegritas. Sebelum seleksi, Presiden wajib memperpanjang masa jabatan Achmad Sodiki," kata Bahrain.
MUHAMAD RIZKI