TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, menilai pemilihan kembali dua hakim Mahkamah Konstitusi, yakni Akil Mochtar dan Maria Farida Indrati, juga bermasalah. Menurut dia, pemilihan dua hakim itu tanpa melalui seleksi, alias penunjukan langsung.
"Di DPR juga aneh, memperpanjang keduanya tanpa fit and proper test, malah DPR cuma bilang keduanya bersedia menjadi hakim MK lagi," kata Refly saat dihubungi Tempo, Selasa, 13 Agustus 2013.
Pemilihan Akil dan Maria, ucap Refly, ini tentu tidak sesuai dengan prinsip good governance. Sebab, tiga prinsip good governance--partisipatif, transparan, dan akuntabel--tidak terpenuhi.
Menurut dia, meski terpilih pada masa bakti kedua, Akil dan Maria tetap perlu melalui uji seleksi di DPR. Seleksi ini diperlukan untuk menelusuri rekam jejak putusan yang mereka buat sebelumnya. "Jangan sampai hakim MK yang loyo terpilih lagi."
Seorang hakim MK, dia melanjutkan, merupakan pejabat publik, bukan pejabat administratif yang bisa diperpanjang begitu saja. Sebagai pejabat publik, seperti halnya bupati/wali kota jika ingin menjabat lagi perlu melalui serangkaian seleksi.
Patrialis Akbar mengucapkan sumpah jabatan untuk menjadi hakim Mahkamah Konstitusi di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2013. Pengucapan sumpah jabatan disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Patrialis diangkat untuk menggantikan hakim konstitusi Ahmad Sodiki yang pensiun. Pengangkatan Patrialis melalui Keputusan Presiden Nomor 87/P/2013 tertanggal 22 Juli 2013. Dua hakim konstitusi lainnya yang masih menjabat, M. Akil Mochtar dan Maria Farida Indrati, juga kembali didaulat menjadi hakim konstitusi untuk periode 2013-2018.
INDRA WIJAYA