TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tetap berkomitmen melarang perusahaan-perusahaan tambang mengekspor konsentrat mulai tahun 2014. Termasuk untuk PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara yang masih menunggu selesainya pembangunan smelter pada 2017.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Thamrin Sihite mengatakan ihwal larangan tersebut telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pemurnian Bagi Kontrak Karya yang Telah Melakukan Produksi. "Saya selalu bilang, UU Nomor 4 itu mengatur semua (bahan mentah) harus diolah dalam negeri khususnya untuk kontrak karya," kata Thamrin saat ditemui di Kementerian ESDM pada Kamis, 15 Agustus 2013.
Sebelumnya, Presiden Direktur Freeport, Rozik B.Soetjipto mengatakan baru bisa memasok 100 persen konsentratnya ke dalam negeri pada 2017. Sebab, pada tahun tersebut, pabrik pengolahan dan pemurnian logam milik PT Indovasi dan PT Indosmelt yang menjadi rekanan Freeport baru selesai dibangun pada tahun tersebut.
Rozik mengatakan, tanpa dispensasi pemerintah, target produksi tahunan Freeport terpaksa anjlok. Sebab, jika hanya sekitar 40 persen yang bisa diolah, Freeport harus menurunkan kapasitas tambang. Saat ini, produksi Freeport mencapai 2,5 juta ton konsentrat per tahun, dengan rincian 40 persen di antaranya diolah di dalam negeri.
Thamrin melanjutkan, dispensasi kepada Freeport hanya bisa diberikan jika UU Pemurnian dan Pengolahan Mineral tersebut direvisi atau diubah menjadi Peraturan Perundang-undangan Pengganti UU (Perppu). "Selama tidak ada itu, tidak ada dispensasi, itu posisi kami," ujarnya.
Padahal, untuk merevisi undang-undang, menurut dia, harus ada usulan dari pemerintah ataupun dari Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk saat ini, dari pihak pemerintah belum ada itikad untuk merevisi aturan tersebut. "Kalau DPR mau, silahkan saja, tapi kami tidak ada rencana merevisi." .
AYU PRIMA SANDI