TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal Azhar Lubis menyatakan perusahaan yang terlibat tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia belum tentu akan ditutup. Sebab perlu diketahui terlebih dahulu pihak yang dinyatakan bersalah. “Yang salah itu korporasi atau personal," katanya saat dihubungi, Kamis 15 Agustus 2013.
Menurut dia, jika yang bersalah personal, maka tidak bisa serta merta perusahaan yang terkait dengannya kemudian ditutup. "Masa karena satu orang, orang satu perusahaan berhenti kerja," ujar dia. Meski begitu kalau yang bersalah korporasi, maka masih harus dipertimbangkan lagi efek dari penutupan perusahaan bersangkutan. "Kalau asal tutup nanti repot, penutupan perusahaan akan mengakibatkan besarnya jumlah pengangguran,” ujarnya.
Pada Selasa malam sekitar pukul 22.30 WIB lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini di rumah dinasnya, Jalan Brawijaya, Jakarta. Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu diduga menerima suap Rp 7,2 miliar dari perusahaan migas Kernel Oil Pte Ltd, Singapura.
Kernel Oil adalah perusahaan yang bergerak di bidang jual-beli migas yang berkantor di Singapura. Perusahaan merupakan badan usaha pemilik izin usaha niaga umum. Kernel Oil menjalankan operasinya di Indonesia melalui anak usaha PT KOPL Indonesia. Selain di Indonesia, Kernel Oil juga menjalankan operasinya di Australia, Thailand, dan Uni Emirat Arab.
Azhar menyarankan, perusahaan yang tersangkut kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme agar memperbaiki menajemennya dan lebih berhati-hati. "Saya rasa perusahaan lain akan lebih hati-hati setelah ini," kata dia. Sepengetahuan Azhar, selama ini belum pernah terjadi di Indonesia ada perusahaan ditutup karena terkait tindak korupsi.
NINIS CHAIRUNNISA