TEMPO.CO, Kairo - Sehari setelah setidaknya 580 tewas di tengah bentrokan antara demonstran dan pasukan keamanan -- banyak menyebutnya sebagai pembantaian -- pemerintah Mesir membela diri. Mereka bersikeras pasukannya menembak untuk membela diri dan menyatakan tak bertanggung jawab atas begitu banyak korban tewas.
Selain ratusan korban tewas, Departemen Kesehatan Mesir melaporkan lebih dari 4.000 orang terluka dalam bentrokan yang dimulai ketika pasukan keamanan bergerak untuk membubarkan pengunjuk rasa pendukung mantan presiden Muhammad Mursi.
"Apa yang pemerintah Mesir lakukan, dan polisi, adalah kewajiban dari setiap negara terhadap rakyatnya, untuk membela kepentingan dan untuk melindungi mereka," kata Duta Besar Mesir untuk Inggris, Ashraf Elkholy. "Selama 48 hari pendudukan (oleh pendukung Mursi) di Mesir, mengganggu aktivitas warga dan bisnis mereka atau sekolah mereka, yang tidak bisa diterima dalam masyarakat manapun."
Sejumlah opini mencuat atas pembersihan pendukung pro Mursi oleh aparat keamanan Mesir. Menurut banyak media, bentrokan ini adalah kekerasan terburuk di Mesir sejak revolusi 2011 yang menggulingkan Presiden Hosni Mubarak. Namun duta besar Mesir untuk Inggris mengatakan pasukan pemerintahnya telah melakukan apa yang perlu dilakukan, dan melakukannya secara bertanggung jawab. Ia balik menyalahkan pengunjuk rasa untuk menghasut dan melakukan kekerasan.
Ikhwanul Muslimin menyatakan tindakan pemerintah sebagai pembantaian dan bersumpah untuk melanjutkan protes sampai Mursi kembali ke kursi kekuasaan. "Kami akan terus berdemonstrasi di seluruh negeri sampai demokrasi dan aturan yang sah dikembalikan di Mesir," kata pejabat Ikhwanul Muslimin, Essam Elerian, Kamis.
Aksi kekerasan aparat keamanan Mesir membubarkan demonstran menuai kecaman internasional. Presiden AS Barack Obama, misalnya, menuduh pemerintah Mesir lebih memilih kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang ketimbang menyelesaikan krisis melalui dialog damai.
Dia juga mengumumkan pembatalan latihan militer bersama AS-Mesir yang dijadwalkan bulan depan - langkah yang disebut juru bicara Pentagon, George Little, untuk menunjukkan Washington "sangat keberatan dengan apa yang terjadi di Mesir baru-baru ini" - dan memperingatkan bahwa kerjasama antara kedua negara "tidak bisa dilakukan lagi seperti biasanya ketika warga sipil dibunuh di jalanan."
Obama juga mendesak para pemimpin Mesir untuk membatalkan keadaan darurat yang diberlakukan selama sebulan.
Memohon untuk tetap tenang, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Navi Pillay, meminta penyelidikan dilakukan atas kekerasan yang terjadi. "Jumlah orang yang tewas atau terluka, bahkan menurut angka pemerintah, sangat besar bahkan ekstrem, menunjukkan adanya penggunaan kekerasan terhadap demonstran," katanya. "Harus ada, penyidikan yang imparsial, efektif, dan kredibel serta independen terhadap aparat keamanan. Siapapun yang ditemukan bersalah melakukan pelanggaran harus dimintai pertanggungjawaban."
CNN | TRIP B