TEMPO.CO, Jakarta-Sekitar 200 orang jemaat GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, Gereja Katolik Damai Kristus Tambor, dan Paduan Suara Gereja Protestan Indonesia bagian Barat Paulus Jakarta mengadakan ibadah bersama di halaman Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu, 18 Agustus 2013. Ibadah yang dimulai sekitar pukul 13.30 Wib, dipimpin oleh Pendeta Simarmata dari Gereja Pentakosta di Indonesia Bogor.
“Kebebasan beragama dan beribadah harus ditegakkan di Indonesia. Gereja harus menjadi pembawa pesan keadilan dan perdamaian di tengah dunia yang penuh pertentangan,” kata Pendeta Simarmata dalam kotbahnya.
Baca Juga:
Ibadah yang bertemakan Rasa Syukur 68 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia mengingatkan pemerintah agar tidak melakukan diskriminasi terhadap umat yang dianggap minoritas. Sikap diskriminatif itulah yang membuat jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelphia belum dapat kembali beribadah di gereja mereka karena masih disegel dan digembok oleh Pemerintah Daerah Bogor dan Bekasi. Padahal putusan Mahkamah Agung memenangkan dua kelompok masyarakat kristiani ini.
Selain kotbah, bergantian paduan suara dari kelompok jemaat menyanyikan lagu-lagu rohani. Sejumlah pemusik Batak mengiringi paduan suara dengan alat musik tradisional Batak. Spanduk bergambar burung Garuda, kutipan naskah Proklamasi, serta tulisan berhuruf besar “SAVE PEACEFUL” diletakkan di sebelah patung Proklamator, Soekarno-Hatta.
Meski sempat diguyur hujan dan kemudian berganti dengan terik matahari, jemaat mengikuti ibadah dengan khusuk hingga selesai. Seusai ibadah, para jemaat melanjutkan dengan upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi. Pendeta Palti Panjaitan dari HKPB Filadelfia sebagai Pembina upacara.
Para jemaat membacakan teks Proklamasi versi mereka yang bertajuk Proklamasi Kaum Tertindas. “Dalam segala kepedihan dan ketidakmerdekaan kami untuk beribadah di rumah ibadah kami sendiri yang sah sesuai agama dan kepercayaan kami, dalam segala kegagalan negara saat ini untuk menjamin hak kami sebagai warga negara, kami adalah tetap warga negara yang sah dari Republik Indonesia dan mendukung sepenuhnya Proklamasi Republik Indonesia 1945, Pancasila dan UUD 1945. Hal-hal yang berhubungan dengan segala perbedaan agama dan keyakinan diantara warga negara, seharusnya dikelola negara dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika, dalam rumah besar bersama yang bagi semua yang bernama Indonesia,” para jemaat membacakan teks itu.
Ibadah ini merupakan kelanjutan ibadah-ibadah sebelumnya yang digelar setiap dua minggu sekali di depan Istana Negara. Sekitar pukul 3 sore acara berakhir dengan tertib dibawah penjagaan aparat polisi.
MARIA RITA