TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri mengakui anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia sebesar 255,14 poin (5,58 persen) ke level 4.315,52 merupakan kejatuhan yang terdalam dibandingkan bursa regional seperti Thailand dan India.
"Thailand anjlok 2,5 persen, Malaysia juga jatuh. Tapi di Indonesia depresiasi dan jatuhnya stok market memang paling besar daripada Thailand dan India," kata Chatib di kantor Kementerian Keuangan, Senin, 19 Agustus 2013.
Menurut Chatib, jatuhnya indeks saham dan depresiasi nilai tukar rupiah disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Untuk faktor eksternal, kata Chatib, pasar merespon kekhawatiran khalayak mengenai rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) atau Bank Sentral Amerika yang per September 2013 diprediksi akan memutuskan langkah pertama dari kebijakan scale back quantitative easing.
"Jadi kalau kebijakan itu dilakukan, bisa diperkirakan capital akan pergi ke Amerika. Stok market akan jatuh di banyak negara," katanya.
Faktor eksternal lain adalah berkaitan dengan kekhawatiran pasar mengenai akan ditutupnya pasar Merrill Lynch oleh Bank of Amerika. "Ini yang kemudian men-drive stok market, kapital market, dan nilai tukar jatuh."
Sementara untuk faktor internal, Chatib mengatakan hal itu akibat terjadinya defisit transaksi berjalan pada triwulan II yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,4 persen akibat masih tingginya impor. Anjloknya harga komoditas yang memukul ekspor juga berpengaruh. Menurut dia, terjadinya defisit transaksi berjalan seharusnya tidak dikhawatirkan karena defisit transaksi berjalan akan turun pada triwulan III 2013.
"Alasan yang mendorong current account deficit adalah minyak. Impor minyak ini akan lebih kecil pada triwulan III. Indikatornya, sampai dengan Juli konsumsi BBM di bawah biasanya karena harga sudah dinaikkan. Kenapa triwulan II angka defisit masih cukup tinggi, karena harga BBM baru naik pada 22 Juni sehingga belum bisa cover adjustment," katanya.
Chatib tidak mau merinci langkah yang akan diambil pemerintah untuk menekan anjloknya indeks saham dan nilai tukar rupiah. Namun menurut dia, untuk menekan defisit transaksi berjalan adalah harus ada reformasi struktural yang dilakukan. "Kalau current account deficit punya persoalan, capital account harus bagus dengan masukya PMA. Saya sudah meeting di BKPM minta DNI dipercepat, kemudian simplifikasi juga dipercepat," katanya.
Selain itu, kata Chatib, dibutuhkan penyelesaian masalah logistik untuk memperlancar suplai barang. "Masalah buka bukan demand terlalu tinggi. BBM naik, birokrasi harus di address. Yang dilakukan improvement supply side adalah additional fiscal space Rp 18,4 triliun dan untuk infrastruktur Rp 13 triliun," katanya.
Terkait dengan apakah akan digunakannya Bond Stabilization Framework atau melakukan suspend terhadap pasar modal, Chatib tidak mau berkomentar. "Saya tidak bisa jawab. Itu Otoritas Jasa Keuangan yang menjawab. Terkait Bond Stabilization Framework dananya sudah ada," katanya.
Saat ini, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) tengah melakukan rapat untuk membahas mengenai pasar saham, Surat Berharga Negara (SBN) dan nilai tukar rupiah, Rapat digelar di kantor Kementerian Keuangan yang dihadiri oleh Ketua Otoritas Jasa Keuangan, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Kepala Lembaga Penjamin Simpanan, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. Deputi Gubernur Bank Indonesia.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Topik Terhangat:
Suap SKK Migas | Penembakan Polisi | Sisca Yofie | Konvensi Partai Demokrat | Rusuh Mesir
Berita Terpopuler:
Lulung: Saya Meludah Saja Jadi Duit
Publik Lebih Suka Penentuan Ramadan Zaman Soeharto
Gerak-gerik Rudi Sudah Diawasi Sejak Mei
Jokowi Dandan Warok Ponorogo Demi Bambang DH
Membandel, Tujuh PKL Tanah Abang Kena Sanksi