TEMPO.CO, BRUSSELS—Uni Eropa menggelar pertemuan darurat pertama membahas krisis Mesir, Senin, 19 Agustus 2013. Perang saudara yang telah menewaskan ratusan pendukung Presiden Mesir terguling Muhammad Mursi itu ditanggapi serius oleh kekuatan politik Eropa.
Sejumlah duta besar dalam Komite Politik dan Keamanan Uni Eropa dipanggil dari liburan musim panas mereka untuk menghadiri pertemuan di Brussels, setelah korban tewas menembus 800 orang.
Kondisi Mesir yang semakin mencekam sangat mengkhawatirkan. Hal ini dilontarkan dalam pernyataan bersama antara ketua Dewan Eropa, Herman Van Rompuy, dan Ketua Uni Eropa, Jose Manuel Barroso.
“Sangat penting agar kekerasan segera berakhir. Uni Eropa juga akan mengevaluasi hubungan dengan Mesir dalam beberapa hari mendatang.”
Blok 28 negara di Benua Eropa itu merupakan salah satu pendonor terbesar Mesir. Sekitar 5 juta Euro atau Rp 70,4 miliar digelontorkan Uni Eropa ke Negeri Piramida itu pada 2012-2013. Namun sejak penggulingan Mursi pada 3 Juli lalu, dana bantuan ditunda hingga evaluasi lebih lanjut.
Pertemuan hari ini rencananya akan mendengarkan utusan khusus Uni Eropa untuk Mesir, Egypt Bernardino Leon. Kepada The Washington Post akhir pekan lalu, Leon mengatakan bahwa Amerika Serikat, Eropa, dan Negara Timur Tengah berusaha membujuk militer Mesir dan pendukung Mursi untuk berdamai.
Mediasi internasional berusaha membujuk pendukung Mursi untuk menghentikan demonstrasi dengan imbalan mereka tidak akan ditangkap. Tapi pemimpin militer Mesir sekaligus Menteri Pertahanan dalam kabinet sementara, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi, menolak tawaran ini.
Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat William Burns beserta menteri luar negeri Qatar dan Uni Emirat Arab berjuang selama beberapa pekan terakhir untuk mencapai kompromi kedua pihak berseteru di Mesir. Sayangnya, upaya ini akhirnya gagal.
L CHANNEL NEWSASIA | SITA PLANASARI AQUADINI