TEMPO.CO, Surabaya - Bekas Panglima Daerah Militer V/Brawijaya, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Djadja Suparman, dituntut hukuman 3 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 20 Agustus 2013. Djadja juga diminta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 13,2 miliar.
Oditur Militer Tinggi Letnan Jenderal Sumartono menyatakan, bekas Pangdam Jaya dan Panglima Kostrad itu terbukti melanggar dakwaan primer Pasal 1 ayat (1) huruf a jo Pasal 28 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Djadja dinilai bersalah dalam perkara ruislag tanah milik Kodam Brawijaya seluas 8,82 hektare di Dukuh Menanggal, Surabaya, kepada operator jalan tol simpang susun Waru-Tanjung Perak, PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP), pada 1998 silam.
Menurut oditur, untuk membebaskan lahan itu, PT CMNP menyerahkan uang sebesar Rp 17,6 miliar kepada Djadja. Namun, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan, Rp 13,2 miliar di antaranya tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya. "Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara dan merugikan Tentara Nasional Indonesia," kata Sumartono dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao.
Adapun selebihnya dipakai Djadja untuk merenovasi lantai III Markas Kodam Brawijaya, merehab Markas Batalyon Kompi C Tuban, membangun gedung perwakilan Kodam Brawijaya di Jakarta, merehab gedung Persit, merenovasi kantor Yayasan Kartika Jaya, serta membangun dan memasang pagar Balai Kartika. Oditur juga menyebutkan peran seseorang bernama Dwi Putranto sebagai perantara penyerahan uang dari petinggi PT CMNP, Bambang Suroso, kepada Djadja.
Namun, keterangan sejumlah saksi terhadap sosok Dwi, termasuk kesaksian ajudan Djadja, berbeda satu sama lain. Dwi digambarkan berperawakan tinggi besar dan berambut cepak oleh seorang saksi di lingkungan Kodam V. Namun saksi lain menyebutkan sosok Dwi berpostur pendek dan berperawakan kekar. Saksi lain menyebutkan Dwi berperawakan atletis, perlente, dan berkulit putih. "Saksi lain pernah melihat dia sering datang ke rumah dinas terdakwa mengendarai sedan Opel Blazer berpelat nomor L," kata Sumarsono.
Seusai sidang, Djadja menyatakan tidak puas terhadap tuntutan oditur. Menurut dia, dalam jawaban oditur pada sidang sebelumnya telah dinyatakan bahwa dirinya tidak pernah melepaskan tanah Kodam ke PT CNMP, baik secara hibah maupun ruislag. Sebab, sertifikat tanah sampai saat ini masih di Kodam. Dan hingga Djadja pindah, pembangunan jalan tol belum dimulai. "Namun, dalam tuntutan oditur, masalah itu, kok, tidak dijadikan pertimbangan meringankan saya, bahkan tidak disinggung," kata perwira yang pernah menjabat Dansesko TNI dan Irjen TNI itu.
Djadja juga mengaku heran dirinya dianggap korupsi. Sebab, kata dia, dalam kesaksian seorang auditor BPK pada sidang sebelumnya, telah disebutkan bahwa tidak ada unsur kerugian negara dalam perkara itu. "Dwi Putranto dan Bambang Suroso yang disebut-sebut dalam penyerahan uang belum pernah diperiksa ataupun dihadirkan di persidangan, tapi mengapa, kok, oditur menyimpulkan saya bersalah," ujar Djadja.
KUKUH S WIBOWO