TEMPO.CO, Jakarta - Subki Sasaki bukan keturunan ulama. Pria kelahiran Pelulan, 16 Juni 1975, ini lahir dari keluarga seniman. Perjalanan Subki cukup berliku hingga ia menjadi sosoknya yang sekarang.
Ilmu agama dirintisnya dengan menempuh pendidikan di pondok pesantren. Namun, di tingkat madrasah aliyah, Subki memutuskan tidak menamatkan pendidikan. Dua bulan sebelum ujian negara, dia berangkat ke Arab Saudi untuk mendalami ilmu agama.
Di Madinah, Subki masuk di Mak’had Al-Jufri milik Al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Jufri. Di sana dia tekun mendalami mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Dua tahun di Madinah, dia diangkat sebagai guru muda.
Subki pulang ke Lombok pada pertengahan 2003. Dia lalu aktif di sejumlah organisasi, seperti Ketua Lembaga Peduli Lintas Agama, Ketua Serambi Komunikasi Masyarakat, dan Ketua Biro Dakwah Komite Nasional Pemuda Indonesia Nusa Tenggara Barat. Namanya mulai berkibar karena media lokal Lombok kerap mengutipnya ketika ada kasus-kasus yang menyangkut isu keagamaan.
Pada 27 Juli 2009, Subki Sasaki mendirikan Pondok Pesantren Nurul Madinah, dengan jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah kejuruan. “Kala (pertama kali) didirikan dulu, aliran listrik masih numpang dari permukiman Hindu,” ujar dia.
Kini pondok sudah berkembang pesat. Santrinya tak hanya berasal dari Lombok Barat, tapi juga hingga ke Lombok Tengah. Saat ini anak asuhnya berjumlah 450 orang, yang dididik oleh 50 tenaga pengajar. Di pondok pesantren inilah Subki Sasaki menanamkan tiga fondasi kepada anak didiknya: keagamaan, kebudayaan, dan kebangsaan.
WAYAN AGUS PURNOMO
Topik terhangat:
Suap SKK Migas | Penembakan Polisi | Pilkada Jatim | Rusuh Mesir | Konvensi Partai Demokrat
Berita terpopuler:
Lulung: Ahok Bukan Negarawan
Tes Keperawanan Siswa SMA di Prabumulih Diprotes
Rudi Rubiandini Diduga Bagian Jejaring Makelar
Pidato SBY Dinilai 'Menjerumuskan' IHSG
KPK Minta Rudi Blakblakan Soal Suap SKK Migas