TEMPO.CO, Jakarta - Pengusiran terhadap penganut Syiah seperti terjadi di Sampang, Jawa Timur, atau terhadap pengikut Ahmadiyah yang terjadi di berbagai daerah tampaknya tidak bakal terjadi di Wonosobo, Jawa Tengah. Padahal di wilayah kaki pegunungan Sindoro dan Sumbing itu, ada 6.000 jiwa anggota jemaah Ahmadiyah, 200 anggota jemaah Alif Rebo Wage (Aboge), dan sekitar 250 penganut Syiah, yang biasanya jadi bulan-bulanan. “Warga Ahmadiyah berhak hidup di Indonesia karena mereka juga membayar pajak,” kata Bupati Wonosobo Kholiq Arif.
Bupati Kholiq melibatkan seluruh warganya dalam banyak kegiatan, termasuk melalui Forum Komunikasi Umat Beragama Kabupaten Wonosobo. Forum ini melibatkan pemuka agama dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Ahmadiyah, Syiah, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, Tao, dan kelompok penghayat kepercayaan Aboge. Forum ini menjadi ruang dialog yang mempertemukan warga berbeda kepercayaan.
Baca Juga:
Kholiq juga melibatkan mantan preman dalam menjaga keamanan, kegiatan keagamaan, juga tradisi macapatan—tembang tradisional Jawa. Ia pun menggandeng Komando Distrik Militer untuk memberi pelatihan kepada para preman insyaf itu. “Cara mendekatinya alamiah saja. Yang paling penting mengeluarkan stigma-stigma buruk pada mereka,” ujarnya. (Baca: Bupati Kholiq, Perekat Syiah, Ahmadiyah, Minoritas)
Kholiq mengaku sedang menyiapkan peraturan daerah yang mengatur kehidupan beragama di kabupaten berpenduduk 771 ribu jiwa itu. Perda ini mengatur setidaknya 18 bidang yang mendukung kerukunan umat beragama. Rancangan perda itu akan dibahas bersama kelompok dan pemangku kepentingan. Jika nantinya perda bertentangan dengan SKB Tiga Menteri, Kholiq berharap ada aturan hukum yang lebih tinggi, misalnya dalam bentuk undang-undang yang akan mengaturnya.
Penasihat Pengurus Syiah Wilayah Jawa Tengah, Mohammad Arman Djauhari, mengakui bahwa Kholiq memberi ruang bagi warga Syiah untuk berdialog dengan kelompok lain lewat berbagai forum diskusi keagamaan.
Mubalig Ahmadiyah untuk wilayah Banjarnegara dan Wonosobo, Nurhadi, merasa nyaman dengan kepemimpinan Kholiq sebagai bupati. “Pak Kholiq lebih perhatian kepada kami dibanding bupati-bupati sebelumnya,” kata Nurhadi. (Baca juga:Subki Sasaki Tak Takut Bela Ahmadiyah)
Ketua Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia atau Lesbumi, Haqqi El-Anshary, mengatakan anak-anak Nahdlatul Ulama tidak hanya dekat dengan kalangan minoritas, tapi juga bersahabat dengan korban tragedi 1965. Mereka tergabung dalam Paguyuban Korban Orde Baru (Pakorba). Selain itu, pemuda NU juga merangkul kelompok waria. (Baca: Inilah Lima Tokoh yang Merekatkan Indonesia)
SHINTA MAHARANI | SUNUDYANTORO | ILHAM TIRTA | ABDUL MALIK
Berita Lainnya:
Subki Sasaki Tak Takut Bela Ahmadiyah
Subki Sasaki, Tuan Guru Oasis Minoritas
Begini Lian Gogali Meredam Konflik Agama di Poso
Begini Cara Lima Tokoh Perekat Republik Dipilih
Lian Gogali, Perempuan di Garis Depan Poso
Inilah Lima Tokoh yang Merekatkan Indonesia