TEMPO.CO, Jakarta - Anggaran belanja negara tahun ini diperkirakan akan tertekan dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Salah satu anggaran yang diperkirakan membengkak adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM).
"Untuk pemerintah, pelemahan ini akan memberatkan untuk beberapa komponen seperti impor BBM yang meningkat. Akibatnya subsidi akan naik pula," kata pengamat ekonomi Universitas Atmajaya A. Prasetyantoko, Rabu, 21 Agustus 2013.
Saat ini, lebih dari separuh kebutuhan BBM di Indonesia dipasok dari impor. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013, anggaran subsidi BBM, BBN dan LPG dipatok Rp 199,85 triliun. Angka ini mengacu pada kurs Rp 9.600 per dolar Amerika Serikat. Pada 20 Agustus 2013, nilai tukar rupiah sudah menyentuh Rp 10.504 per dolar Amerika Serikat.
Selain beban subsidi yang bertambah, Prasetyantoko memperkirakan beban utang luar negeri akan meningkat akibat pelemahan nilai tukar. "Kewajiban luar negeri akan semakin mahal, juga bagi sektor swasta," kata Prasetyantoko.
Industri juga dikhawatirkan terpukul akibat pelemahan nilai tukar rupiah. Soalnya, masih banyak industri yang mengandalkan bahan baku impor. "Biaya produksi produk berbahan baku impor meningkat, akibatnya harga barang akan meningkat," kata Prasetyantoko.
Dengan kondisi ini, maka akan terjadi tambahan inflasi akibat kenaikan harga barang impor atau imported inflation. Namun Prasetyantoko mengatakan imported inflation ini tak akan sebesar inflasi akibat kenaikan harga BBM ataupun harga pangan.
"Biasanya imported inflation tidak seberat inflasi karena BBM atau volatile food. Agustus mungkin inflasi sekitar 1 persen, tentu ada faktor rupiah dan penanganan pangan yang agak terlambat karena setelah Lebaran masih ada beberapa bahan pangan yang harganya tinggi," kata Prasetyantoko.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita Terpopuler:
Bumi Akan Dihujani Debu Kosmik Selama 3 Bulan
Ditanyai Soal Konvensi, Sri Mulyani Senyum-senyum
Pidato SBY Dinilai 'Menjerumuskan' IHSG
Suap Rudi Kiriman Singapura? Simon Tersenyum
Ahok: Jakarta Lebih Cocok untuk Jasa-Perdagangan