TEMPO.CO, Jakarta - Usai penertiban yang berlangsung kemarin, ternyata tak semua warga di sisi barat Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara pindah ke rusun. Nyatanya, ada beberapa yang memilih tinggal, mencari kontrakan, atau bahkan tidur di jalan dekat bekas rumah mereka.
Salah satu yang memilih tinggal adalah Miftahudin, 35 tahun. Pria yang merupakan warga RT 19 RW 17 itu enggan pindah ke rusun yang disediakan Pemprov DKI Jakarta seperti Rusun Muara Angke, Cengkareng, dan Marunda. Alasannya, jauh dari tempat kerjanya. "Juga jauh dari sekolah anak-anak," Miftahudin menambahkan, Jumat, 23 Agustus 2013.
Kata Miftahudin, kalaupun ia harus tinggal di rusun, ia memilih untuk tinggal di Rusun Muara Baru yang terletak di sisi timur Waduk Pluit. Sayangnya, empat tower di rusun itu tengah penuh dan delapan tower sisanya tengah dalam pengerjaan. "Padahal pembangunan Rusun Muara Baru kan untuk warga yang tinggal di sisi Barat Waduk Pluit, tapi saat kami ke sana katanya sudah penuh," ucapnya menjelaskan.
Ia pun lebih memilih bertahan meski tak punya rumah. Miftahudin mengaku saat ini ia bersama delapan anggota keluarganya tidur di jalan dekat akses masuk tempat tinggalnya. "Mau tidur di mana lagi? Nyari kontrakan nggak ada yang dapat. Sekalinya dapat mahal banget sekitar Rp 600.000-Rp 800.000 per bulan," kata dia.
Senada dengan Miftahudin, Arifin, 63, lebih memilih bertahan di kawasan dekat waduk karena tak jauh dari lokasi kerjanya. Namun, pria Bugis itu lebih beruntung dibanding Miftahudin karena berhasil mencari kontrakan di kawasan Muara Baru.
Berdasarkan pantauan Tempo, pembongkaran rumah sebanyak 68 di RT 19/17 atau di sisi barat Waduk Pluit, Penjaringan Jakarta Utara berjalan kondusif. Kini, bangunan bangsa yang didominasi berbahan kayu dan triplek itu sudah rata dengan tanah.
Di lapangan, tampak tiga eskavator tengah mengumpulkan puing-puing bekas pembongkaran ke sebuah titik yang berada di eks belakang kantor pospol Pluit. Puing-puing yang sudah dikumpulkan itu, nantinya diangkut truk dan dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA), Bantar Gebang, Bekasi.
Tampak juga eks para penghuni sedang mencari barang berharga di tumpukan puing-puing kayu. Mereka berharap, bisa menemukan barang berharganya yang mungkin tertinggal saat dilakukan pembongkaran. Miftahudin misalnya, saat ditemui di lokasi, tengah mencari seragam sekolah anak-anaknya. Ia beranggapan seragam mereka tertinggal di dalam puing puing rumah.
ISTMAN MP
Berita Lainnya:
Lulung: Saya Menang, Ucu Menganggur
Ahok Tak akan Ganti Lurah Lenteng Agung
Diburu Wartawan, Jero Wacik Masuk Toilet Wanita
Jokowi Digeruduk Atlet Sumo Jepang
Rizieq Syihab Calon Presiden 2014
Begini Modus Aliran Duit Hambalang ke DPR
Pendeta HKBP Filadelfia Mengadu ke Komnas HAM