TEMPO.CO, Bengkulu - Dua mantan narapidana kasus korupsi, Eliberty dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Lukman Asik dari Partai Kebangkitan Nasional, menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat.
Keduanya merasa dirugikan karena namanya tidak masuk dalam daftar calon tetap (DCT) peserta pemilihan anggota legislatif 2014 mendatang.
Divisi Hukum Bawaslu Provinsi Bengkulu, Ediansyah Hasan, menjelaskan, gugatan Eliberty dan Lukman sudah masuk ke Bawaslu pada hari ini, Selasa, 27 Agustus 2013.
Selain gugatan Eliberty dan Lukman, Bawaslu juga sudah menerima gugatan calon anggota legislatif lainnya, yang juga karena namanya dicoret dari DCT. “Bersamaan dengan hari terakhir penerimaan gugatan, semuanya ada lima gugatan,” kata Ediansyah, Selasa, 27 Agustus 2013.
Tiga caleg yang gagal masuk DCT masing-masing adalah mantan penyelenggara pemilu. Mereka adalah Okti Fitriani, mantan anggota KPU Provinsi Bengkulu; Arafik, mantan anggota KPU Kabupaten Rejang Lebong; dan Edi Mufrodi, mantan anggota KPU Kabupaten Lebong.
Menurut Ediansyah, para penggugat diberi waktu tiga hari untuk melengkapi persyaratan gugatan. Selanjutnya, Bawaslu akan melakukan kajian awal. Tahap berikutnya adalah mempertemukan pemohon dan termohon. “Jika tidak bisa diselesaikan di tingkat Bawaslu, pemohon dipersilakan melakukan gugatan ke PTUN,” ujarnya.
Berkaitan dengan gugatannya, Eliberti mengatakan, KPU Provinsi Bengkulu melakukan tindakan yang salah dengan mencoret namanya dari DCT. Sebab, mantan narapidana yang tidak bisa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif adalah yang ancaman hukumannya di atas 5 tahun. Sedangkan dirinya hanya setahun.
"Sementara ini, tidak penting lagi bagi saya masuk DCT atau tidak. Sebab, yang terpenting, saya ingin meluruskan dasar hukum KPU mencoret saya dari DCT,” ucap Eliberti.
PHESI ESTER JULIKAWATI