TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi didesak menggunakan pasal pencucian uang untuk mengusut kasus suap Rudi Rubiandini. Pasal pencucian uang diperlukan untuk mengusut apakah harta yang diperoleh Rudi Rubiandini berasal dari pendapatan yang sah atau sebaliknya. "Agak aneh kalau KPK tidak menggunakan pasal pencucian uang," kata pengajar hukum Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih, Selasa, 27 Agustus 2013.
Menurut Yenti, koruptor yang memiliki jabatan tinggi seharusnya dijerat pasal pencucian uang karena ada kemungkinan perbuatan rasuah itu telah beberapa kali dilakukan. Pencucian uang bertujuan untuk menyamarkan hasil kejahatan dan dimanfaatkan kembali oleh pelaku. Pemanfaatan ini bisa dilakukan dengan berbagai modus. Misalnya pembelian barang, pengalihan aset, atau investasi.
Penerapan pasal pencucian uang memungkinkan KPK melacak dan mengambil kembali uang negara yang telah terkorupsi. Segala harta kekayaan yang diperoleh dari hasil korupsi bisa disita dan diambil KPK. Dengan demikian, sanksi dari pasal yang berpotensi memiskinkan koruptor ini akan lebih memiliki efek jera pada para pelaku korupsi. "Ini tidak strategis untuk pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya.
WAYAN AGUS PURNOMO
Topik terpopuler:
Rupiah Loyo | Konser Metallica | Suap SKK Migas | Pilkada Jatim
Berita lainnya:
Nonton Konser Metallica, Jokowi: Puaasss!
Lurah Susan : Saya Hanya Menjalankan SK Gubernur
Konvoi Jeep Mewah FPI Menuai Kritik di Twitter
Debat di Instagram, Ani Yudhoyono Dinilai Sensitif
Ini Kata Ani Yudhoyono Soal Keaslian Fotonya