TEMPO.CO, Bandung-- Penyidik Kejaksaan Agung masih menginterogasi Direktur Utama Bank Jabar Banten Bien Subiantoro terkait kasus dugaan korupsi pembelian Gedung T-Tower Bank Jabar Banten di Jakarta. Sejak masuk ruang rapat pidana khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sekitar pukul 09.00 pagi, Selasa 27 Agustus 2013, Bien terhitung sudah diperiksa lebih dari 8 jam.
Pantauan Tempo, menjelang magrib, orang nomor 1 Bank Jabar Banten itu masih meladeni pertanyaan seorang penyidik perempuan. Bien terlihat mengenakan kemeja lengan panjang putih bermotif garis biru tipis dan celana panjang hitam.
"Itu pemeriksaan lanjutan untuk kasus dugaan korupsi (pembelian gedung) Tower BJB,"kata pimpinan penyidik kasus korupsi dari Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana saat dihubungi, Selasa 27 Agustus 2013.
Selain Bien, penyidik juga memeriksa eks Komisaris dan mantan Direktur Utama Bank Jabar Agus Ruswendi. Dia cuma diperiksa sekitar satu jam. Agus masuk ruang pemeriksaan sekitar pukul 13.00 dan keluar sekitar pukul 14.00
"Saya diperiksa sebagai saksi untuk kasus Menara," kata dia seusai diperiksa. Agus menolak menjelaskan apakah pembelian Gedung T-Tower BJB itu merupakan keputusan direksi yang disetujui komisaris.
"Kalau rencana pembelian memang sudah ada sejak dulu. Terakhir itu nilainya Rp 550 miliar. Kalau saya sebagai komisaris hanya ditanya soal kebijakan saja,"kata Agus lagi.
Terkai kasus ini penyidik sudah menetapkan dua tersangka petinggi BJB dan rekanan PT Comradindo. Kasus ini bermula ketika manajemen Bank BJB setuju membeli 14 dari 27 lantai T-Tower yang rencananya dibangun di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta. Tim BJB lantas bernegosiasi dengan Comradindo, perusahaan teknologi informasi yang mengklaim sebagai pemilik lahan Kaveling 93.
Setelah menggelar beberapa kali pertemuan, tim negosiasi yang dipimpin Wawan menyepakati harga Rp 543,4 miliar. Rapat direksi kemudian setuju membayar uang muka 40 persen atau sekitar Rp 217,36 miliar pada 12 November 2012. Sisanya, dicicil senilai Rp 27,17 miliar per bulan selama setahun.
Namun kemudian ditemukan sejumlah kejanggalan dalam transaksi tersebut. Misalnya, status tanah yang diduga milik perusahaan lain sehingga rawan sengketa, harga tanah yang jauh di atas harga pasar, hingga pembayaran uang muka yang menyalahi ketentuan.
ERICK P. HARDI
Berita populer:
Pelat Jeep B 1 LPI Rizieq Tercatat di Polisi
Roy Suryo: Foto Instagram Ani SBY Asli
Mobil Hardtop Jebol Pintu Keraton Surakarta
Raja Pakubuwono XIII Disandera?