TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, menyatakan Komisi Yudisial harus memiliki wewenang untuk mengawasi hakim Mahkamah Konstitusi. Hal ini didasarkan karena tingginya potensi penyelewengan dan pelanggaran pada anggota hakim, terutama yang berasal dari partai politik.
"Majelis etik internal MK tidak cukup, pengawasan harus dilakukan lembaga di luar MK," kata Asep saat ditemui di Gedung Komisi Yudisial, Rabu, 28 Agustus 2013.
Menurut Asep, Komisi Yudisial sebagai lembaga setara kehakiman layak untuk melakukan pengawasan terhadap hakim MK. Tugas ini justru dinilai tidak pas dan kurang independen jika dilakukan majelis etik internal MK.
Majelis etik seharusnya hanya berperan untuk menjatuhkan hukuman dan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan hakim MK. Sedangkan laporan, penyelidikan, dan rekomendasi majelis harus datang dan diberikan KY.
Kebutuhan pengawasan ini, menurut Asep, semakin penting, terutama menjelang pelaksanaan pemilihan umum 2014. MK sebagai lembaga hukum yang berasal dari pemerintah, Mahkamah Agung, dan Dewan Perwakilan Rakyat memiliki potensi untuk menyalahgunakan wewenang.
Pada saat ini, jumlah politikus yang menjadi hakim konstitusi juga semakin banyak. Politikus ini tidak hanya datang dari calon di DPR, tapi juga dari pemerintah, yaitu Hakim Patrialis Akbar, mantan kader Partai Amanat Nasional.
Kondisi ini dinilai kritis karena MK adalah lembaga yang mampu untuk membubarkan sebuah partai politik. Selain itu, MK juga punya kewenangan untuk menentukan sidang sengketa hasil pemilu dan uji materi undang-undang.
Kewenangan dan tugas ini sangat rentan terhadap kepentingan partai politik atau pemerintah jika tidak ada pengawasan eksternal yang kuat.
"Apa lagi putusan MK itu sifatnya tetap, mengikat, dan tak ada lagi upaya hukum yang lebih tinggi."
Pengawasan juga harus dilakukan lembaga kuat, karena penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran di MK akan sangat sulit. Kepentingan tertentu dapat menyusup secara halus menjadi putusan melalui mekanisme sidang yang mengundang pakar atau ahli.
FRANSISCO ROSARIANS
Berita Terpopuler:
Warga Penolak Lurah Susan Juga Akan Demo Jokowi
Duit US$ 100 Terselip di Buku Pledoi Djoko Susilo
Jokowi Siap Jadi Mediator Keraton Solo, Tapi...
Ditanya Soal Sekjen ESDM, Jero Wacik Terbata-bata
Putri Jusuf Kalla Menikah, Mal Pacific Place Penuh