Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pemandangan Biru dari Keraton Buton  

image-gnews
Pengunjung menikmati keindahan di sekitar Benteng Keraton Buton merupakan salah satu objek wisata bersejarah di Kelurahan Melai, Kecamatan Murhum, Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara.  TEMPO/Irmawati
Pengunjung menikmati keindahan di sekitar Benteng Keraton Buton merupakan salah satu objek wisata bersejarah di Kelurahan Melai, Kecamatan Murhum, Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara. TEMPO/Irmawati
Iklan

TEMPO.CO, Makassar - Langit biru menghiasi pagi. Pancaran cahaya matahari rasanya lebih terang di Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara, awal Agustus lalu. Saya memilih membuka kaca mobil saat berkeliling kota. Kendaraan di kota ini belum padat sehingga udara masih cukup segar. Karena terlalu pagi, kami arahkan langkah ke Kabupaten Buton. Suguhan panorama alam hijau sepanjang perjalanan sungguh memanjakan mata. Daerah ini betul-betul asyik untuk ditempati.

Di Buton, kami sempat singgah ke kantor Bupati Buton yang megah dan luas. Akan tetapi, kantor ini sepi jika dibandingkan dengan kantor-kantor pemerintah di Makassar. Kami pun cukup leluasa berfoto. Setelah mengambil beberapa frame, kami pun bergegas kembali ke Bau-bau agar bisa ikut salat Jumat di Masjid Agung Wolio yang berada di kompleks Keraton Kesultanan Buton.

Masjid Agung Wolio ini juga dikenal dengan nama Masjid Al-Muqarrabin Syafyi Shaful Mu’min. Dibangun pada 1712 oleh Sultan Sakiuddin Durul Alam Kesultanan Buton. Masjid berusia 300 tahun ini merupakan lambang kejayaan Islam pada masa itu.

Masjid ini sedikit berbeda dengan masjid umumnya. Masjid Agung Keraton Buton ini tak memiliki menara. Namun, saya tertarik dengan tiang tinggi di sisi bangunan, tepatnya di sebelah utara. Mirip tiang bendera, dulu setiap Jumat dipasang bendera kerajaan berwarna kuning, merah, putih, dan hitam. Konon tiang ini juga difungsikan sebagai tempat hukuman gantung berdasarkan syariat Islam.

Meski tak memiliki mesin penyejuk ruangan, udara di dalam masjid sangat sejuk. Mungkin karena memiliki banyak pintu, yakni 12 buah.

Angin bertiup sangat ramah siang itu. Meski matahari bersinar terik, panasnya tak begitu terasa. Sambil menunggu teman yang sedang salat Jumat, saya memilih berkeliling Benteng Keraton Buton.

Benteng yang dibangun pada abad ke-16 ini berbentuk lingkaran dengan panjang keliling 2,7 kilometer. Benteng yang dibangun oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596) ini adalah salah satu obyek wisata bersejarah yang wajib dikunjungi jika ke Bau-bau.

Bangunan benteng yang terbuat dari batu kapur gunung ini tersusun sangat rapi. Awalnya batu-batu ini hanya ditumpuk mengelilingi benteng, yang difungsikan sebagai pagar pembatas antara kompleks istana dan perkampungan masyarakat. Tumpukan batu ini kemudian dijadikan bangunan permanen pada masa pemerintahan La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, Sultan Buton IV. Hingga saat ini, benteng itu masih berdiri kokoh.

Benteng ini punya 12 pintu gerbang yang disebut lawa—setiap nama pintu sesuai dengan gelar orang yang mengawasinya. Setiap lawa memiliki bentuk yang berbeda-beda, ada yang terbuat dari batu dan juga dipadukan dengan kayu, semacam gazebo yang di atasnya berfungsi sebagai menara pengamat. Dari tempat ini, pemandangan Kota Bau-bau begitu rapi dan bersih.

Nah, di benteng ini, kita juga masih bisa menemukan meriam yang disebut badili. Meriam ada yang di atas dan ada juga yang tertanam di dalam bebatuan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sangat asyik berkeliling benteng. Dari sini saya bisa menikmati pemandangan Kota Bau-bau hingga Laut Banda. Sesekali saya singgah untuk mengambil gambar panorama.

Dari benteng ini, saya juga mengabadikan Pulau Makassar. Dari cerita kawan saya, pulau berbentuk lingkaran itu dinamakan Makassar. Karena pulau tersebut, konon adalah tempat pasukan Sultan Hasanuddin bermukim, mereka tak berani pulang ke Gowa karena gagal menemukan Arung Palakka.

Rasanya belum puas menelusuri jejak sejarah di kota ini. Karena tengah berpuasa, saya urung melihat gua tempat persembunyian Arung Palakka. Di Buton, Arung Palakka dikenal dengan nama Latoondu, yang berarti 'sang penakluk'. Gua tempat persembunyian Raja Bone ini dinamai Liana Latoondu—'guanya Arung Palakka'.

Buton adalah pulau yang moncer karena produksi aspalnya. Kepala Perusahaan Daerah Buton, Sjamsul Qamar, mengatakan potensinya mencapai 70 ribu hektare dan saat ini yang diolah baru sekitar 400 hektare.

Sehari sebelumnya, saya sempat jalan-jalan ke area hutan Nambo, Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, untuk melihat hewan-hewan endemiknya. Di sana ditemukan lahan-lahan hutan lindung itu dikaveling beberapa perusahaan sebagai miliknya untuk kemudian diambil aspalnya.

Di tengah hutan belantara itu, kami sempat bertemu dengan beberapa mahasiswa asal Inggris dan Prancis. Mereka sedang melakukan pengamatan terhadap kuskus beruang Sulawesi (Ailurops ursinus) dan kuskus beruang talaud (Ailurops melanotis). Kedua jenis ini adalah hewan khas endemik daratan Sulawesi. Dua ekor kuskus tampak asyik bermain di antara dahan-dahan pohon yang sudah dekat dengan pucuk.

IRMAWATI

Terhangat:
Lurah Lenteng Agung | Pilkada Jatim | Konvensi Partai Demokrat

Berita Populer
Dipimpin Lurah Susan, Warga Lenteng Tak Ambil Pusing 

8 dari 10 Analis Jagokan Jokowi Jadi Presiden 

Foto Mesra, Bella dan Sang Jenderal Beredar Luas 

Bella Saphira-Agus Surya Bakti Nikah Jumat Besok

Mahfud Md. Tolak Ikut Konvensi Demokrat

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

16 hari lalu

Logo perguruan pencak silat Merpati Putih. wikipedia
Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

Sejumlah teknik dan jurus pencak silat awalnya eksklusif dan hanya dipelajari keluarga bangsawan. Namun telah berubah dan lebih inklusif.


Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

37 hari lalu

Prajurit Bregada berjaga saat Nyepi di Candi Prambanan Yogyakarta Senin, 11 Maret 2023. Tempo/Pribadi Wicaksono
Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.


Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

14 Februari 2024

Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat deklarasi damai Pemilu 2024 di Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.


Tahun Ini Usia Cirebon Lebih Muda, Apa Sebabnya?

9 Januari 2024

Ruang pertemuan di bangunan utama Keraton Kanoman, Cirebon, Jawa Barat. Tempo/Francisca Christy Rosana
Tahun Ini Usia Cirebon Lebih Muda, Apa Sebabnya?

Melalui hasil rapat panitia khusus disepakati ulang tahun Cirebon jatuh pada 1 Muharram 849 Hijriah


3 Keraton di Cirebon Ini, Masukkan dalam Daftar Kunjungan Wisata Sejarah

2 November 2023

Ruang pertemuan di bangunan utama Keraton Kanoman, Cirebon, Jawa Barat. Tempo/Francisca Christy Rosana
3 Keraton di Cirebon Ini, Masukkan dalam Daftar Kunjungan Wisata Sejarah

Cirebon punya berbagai destinasi wisata sejarah yang patut dikunjungi, di antaranya 3 Keraton, yakni Keraton Kasepuhan Cirebon, Kanoman, Kacirebonan.


Keraton-Keraton di Indonesia Potensial Jadi Bagian dari Wellness Tourism

20 September 2023

Sejumlah warga melintas di depan  Keraton Surakarta. Foto diambil beberapa waktu lalu. Foto: TEMPO | SEPTHIA RYANTHIE.
Keraton-Keraton di Indonesia Potensial Jadi Bagian dari Wellness Tourism

Tanri Abeng menggelar talkshow yang membahas tentang wellness tourism dikaitkan dengan keberadaan 56 keraton di Indonesia.


UNESCO Tetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia, Panggung-Kraton-Tugu

19 September 2023

Sumbu Filosofi Yogyakarta. Foto:  kebudayaan.kemdikbud.go.id.
UNESCO Tetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia, Panggung-Kraton-Tugu

UNESCO menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia dari Indonesia pada Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage.


Destinasi Wisata 3 Keraton di Cirebon: Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan

29 April 2023

Patung dua harimau dan meriam di depan bangunan Jinem Pangrawit  Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, (4/1). TEMPO/Rully Kesuma
Destinasi Wisata 3 Keraton di Cirebon: Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan

Di Cirebon, terdapat 3 keraton yang memiliki sejarah yang unik, yakni Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Ini destinasi wisata di Cirebon.


Catatan Peristiwa Memanas Keraton Surakarta dalam Kaleidoskop 2022

28 Desember 2022

Keraton Solo. ANTARA/Aris Wasita
Catatan Peristiwa Memanas Keraton Surakarta dalam Kaleidoskop 2022

Peristiwa konflik internal Keraton Surakarta yang memanas mewarnai pemberitaan media massa menjelang akhir tahun 2022


Tiga Penjual Batik di Yogyakarta

15 Oktober 2022

Pedagang batik di Pasar Beringharjo, Yogyakarta bersyukur kunjungan wisatawan mulai pulih dan menggerakkan roda perekonomian mereka. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Tiga Penjual Batik di Yogyakarta

Jika Anda ingin mencari kain batik dengan corak gaya modern, maka sangat direkomendasikan untuk pergi berbelanja di Batik Rumah Suryowijayan.