TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Trimedya Panjaitan meminta Labora Sitorus tak takut mengungkap aliran dana ke sejumlah pejabat kepolisian. Namun Labora mesti melampirkan bukti aliran dana agar tidak menjadi fitnah.
"Ada tidak catatan rigid, jangan sampai fitnah," kata Trimedya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 2 September 2013. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengatakan, jika memang memiliki bukti, Labora diminta menyampaikan ke penegak hukum.
Trimedya mengatakan, Labora tak perlu takut menyampaikan fakta ini. Sebagai aparat penegak hukum, Labora harus mengungkap dugaan aliran dana ke pejabat kepolisian. Hal ini dinilai baik untuk penegakkan institusi kepolisian. Ihwal kekhawatiran ada ancaman, Trimedya menyatakan, Labora bisa meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Sebelumnya, dalam dokumen dua perusahaan Labora Sitorus, PT Seno Adi Wijaya dan PT Rotua, terungkap sejumlah setoran dari Labora kepada petinggi kepolisian. Misalnya, polisi yang bertugas di Markas Besar Polri diduga selalu menerima Rp 60 juta per bulan. Polisi ini rutin menerima antara tanggal 20 hingga 25 saban bulan.
Catatan tersebut juga mengungkap pengiriman uang hingga 47 kali kepada institusi kepolisian di Raja Ampat, Papua Barat. Selain itu juga dugaan aliran dana kepada pejabat Polda Papua. Total duit yang diserahkan kepada petinggi kepolisian pada 2012 mencapai Rp 7 miliar.
Anggota LPSK, Lili Pintauli Siregar, akan menelaah apakah Labora layak mendapatkan perlindungan terkait dugaan aliran dana ke petinggi kepolisian. "Dalam surat itu disampaikan tujuan permohonan perlindungan dalam kasus apa," katanya kepada Tempo, Ahad, 1 September 2013.
Menurut dia, Labora harus melayangkan surat jika ingin menjadi justice collaborator. Lili mengatakan, seseorang bisa menjadi justice collaborator dengan sejumlah persyaratan. Misalnya, Labora bukan pelaku utama dari suatu kejahatan dan memiliki itikad baik membongkar kasus.
LPSK akan mengkaji, apakah orang itu layak mendapat perlindungan atau tidak. "Kami akan klarifikasi dan cek ke penegak hukum atas permohonan ini," ujar dia. Dia mengatakan, Labora bisa berkaca pada kasus Vincent Amin Sutanto, pembongkar kasus pajak Asian Agri dan Agus Condro, mantan anggota Dewan yang membongkar kasus suap pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia. Kedua orang itu juga pelaku tindak pidana. "Tapi mereka bisa membongkar kejahatan yang lebih besar."
Mabes Polri enggan berspekulasi terkait dugaan aliran duit dari Labora ke beberapa perwira Polda Papua dan Mabes Polri. Polri hanya menegaskan penyidik Polda Papua dibantu Badan Reserse dan Kriminal telah menyidik tiga dugaan kasus yang dilakukan Labora. "Setahu saya akan disidang," kata Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Ronny F. Sompie, Kamis, 29 Agustus 2013.
Pertengahan Mei lalu, kepolisian menetapkan Labora sebagai tersangka tiga kasus, yakni dugaan penimbunan bahan bakar minyak ilegal, dugaan pembalakan liar, dan pidana pencucian uang. Dia dituding memiliki rekening dengan total nilai transaksi Rp 1,5 triliun. Pada 20 Mei lalu, Labora ditahan Polda Papua.
Kamis, 30 Agustus 2013, Labora Sitorus melaporkan bukti aliran dana untuk petinggi polisi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Laporan itu diserahkan Labora melalui juru bicaranya, Wolter Sitanggang. Uang dalam jumlah besar itu, katanya, dikeluarkan atas perintah atasan Labora. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha memastikan lembaganya bakal menindaklanjuti laporan Labora itu.
WAYAN AGUS PURNOMO