TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengibaratkan kondisi ekonomi Indonesia yang melemah akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) itu sebagai penyakit flu biasa. Sayang, obatnya keliru.
Penyebabnya, kata Jusuf Kalla yang biasa dipanggil JK itu, adalah "virus" yang berasal dari krisis Amerika Serikat dan Eropa. Virus itu bisa menyerang akibat lemahnya ekonomi Indonesia karena defisit perdagangan, pembayaran, dan defisit APBN.
"Indonesia saat ini badannya lemah dan datang pula virus. Akibatnya, terkena flu dan badan panas," ujarnya di Padang, Senin, 2 September 2013.
Jusuf Kalla menilai langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 50 basis poin dari 6,5 persen menjadi 7 persen bukan merupakan solusinya. Sebab, hal ini tidak akan bisa mengantisipasi kenaikan inflasi.
"(Obatnya) Keliru. Kenaikan itu malah akan menaikkan inflasi," ujar JK.
Menurut JK, solusinya ada dua langkah. Pertama, harus menghemat anggaran agar jangan defisit. Lalu perbesar anggaran pembangunan. "Yang tak perlu, dikurangi, supaya ekonomi jalan lagi di daerah," ujar JK, yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada era Megawati Soekarnoputri ini.
Solusi Kedua, ujar JK, mengurangi impor. Jadi kesempatan sekarang adalah meningkatkan produksi. Misalnya, meningkatkan produksi cokelat, produksi beras, agar tidak mengimpor. "Kesempatan sekarang, untuk mendorong itu. Dulu, pada tahun 1998, itu yang kita lakukan," ujarnya. Katanya, dewasa ini lebih mudah mengurangi impor daripada menambah ekspor.
Kata JK, jika pada saat defisit, subsidi akan besar. Solusinya, pemerintah harus menaikkan BBM lagi hingga subsidi jangan mencapai Rp 300 triliun. "Paling tidak hingga Rp 150 triliun. Berani enggak pemerintah. Harus dinaikkan. Kalau tidak, negeri kita tak bisa berbuat apa-apa. Anggaran di daerah tak bisa perbaikan jalan," ujarnya.
ANDRI EL FARUQI
Berita Terpopuler Lainnya
BPS: Inflasi Agustus 2013 Mencapai 1,12 Persen
Ekspor Diprediksi Bakal Naik
Publik Tak Yakin SBY Bisa Redam Gejolak Rupiah