TEMPO.CO, Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hingga Juli 2013 defisit neraca perdagangan mencapai US$ 2,31 miliar. Dengan demikian, secara kumulatif dari Januari hingga Juli neraca perdagangan defisit US$ 5,65 miliar. "Ini terbesar sepanjang sejarah," kata Kepala BPS Suryamin, Kamis 2 September 2013.
Suryamin menyatakan , kinerja ekspor Indonesia pada bulan Juli lalu sebesar US$ 15,11 miliar atau naik 2,37 persen dibanding Juni 2013. Namun, pemcapaian itu turun 6,07 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, secara kumulatif, ekspor Indonesia pada Januari - Juli mencapai US$ 106,18 miliar atau turun 6,07 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Di sektor nonmigas, ekspor hingga Juli tercatat US$ 87,57 miliar atau turun 2,66 persen dibanding tahun 2012.
Hingga Juli tahun ini, tiga negara tujuan ekspor nonmigas utama Indonesia adalah Cina (US$ 1,69 miliar), Jepang (US$ 1,39 miliar), dan Amerika Serikat (US$ 1,49 miliar). "Tiga negara itu secara total menyerap 35,57 persen komoditas ekspor nonmigas kita," ujar Suryamin.
Dari sisi impor, pada Juli Indonesia mendatangkan berbagai komoditas senilai US$ 17,42 miliar dari seluruh dunia. Jumlah ini naik 11,4 persen dibanding Juni 2013 dan 6,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan harga bahan bakar minyak pada 22 Juni 2013 ternyata tak juga mengurangi konsumsi masyarakat. BPS mencatat, impor migas pada Juli mencapai US$ 4,14 miliar atau naik 17,17 persen dibanding Juni 2013. Kalaupun dilihat dari volume, impor migas pada Juli tercatat 4,67 juta ton, sementara bulan sebelumnya hanya 4,04 ton.
Secara kumulatif, impor dari Januari hingga Juli mencapai US$ 111,83 miliar atau turun 0,86 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Dari jumlah itu, impor nonmigas tercatat US$ 85,58 miliar atau turun 3,41 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
PINGIT ARIA
Berita Terpopuler
Curhat Briptu Rani Setelah Dipecat Jadi Polwan
Briptu Rani: Keramahan Saya Disalahartikan
Jusuf Kalla: Jokowi Harus Nyapres
5 Bintang yang Berakhir Jadi Gelandangan
Garuda Rugi Rp 116 Miliar