TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Adrianus Meliala, mengatakan peran polisi wanita di Indonesia sepertinya belum signifikan. Keberadaan polwan masih dianggap sebagai pelengkap. Tak hanya itu, dia menilai penempatan 3,4 persen jumlah polwan di Indonesia pun masih tidak strategis. “Banyak polwan yang ditempatkan di posisi tidak strategis. Seperti di bagian staf, ajudan, tukang antar faks, hal ini menyebabkan terjadinya degradasi pada kemampuan polwan itu sendiri,” kata dia kepada Tempo, Jumat, 30 Agustus 2013.
Kondisi ini, kata dia, terjadi tidak hanya karena cara penempatan polwan oleh institusinya. Tapi, kata dia, juga dari pihak polwan sendiri yang terlihat cenderung ingin dikasihani. “Mereka lebih suka job yang di kantor, job yang bersih. Sudah mendapatkan job yang enak kemudian tidak mau pindah. Kalau terbiasa di desk seperti ajudan, kan, rapi, harum, merekanya jadi enggak mau pindah,” katanya.
Adrianus membandingkan nasib polwan dengan wara (wanita Angkatan Udara) di TNI. Menurut dia, wara pun tidak pernah menjadi orang nomor 1 di TNI. Keberadaan perempuan di lingkungan kerja maskulin, seperti di kepolisian maupun TNI, memang masih hanya sebagai pelengkap. “Mereka harus siap berada di posisi pelengkap, polisi itu macho, budayanya sangat laki-laki.”
Masih menurut Adrianus, di lingkungan berbudaya laki-laki itu, pada akhirnya menjadi wajar jika posisi polwan berada sesuai dengan keinginan laki-laki. Kecenderungan hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di kepolisian dunia.
AISHA
Topik Terhangat
Jalan Soeharto
Siapa Sengman
Polwan Jelita
Lurah Lenteng Agung
Rupiah Loyo
Baca Juga: