TEMPO.CO , Surabaya :Badan Pusat Statistik Jawa Timur akhirnya merilis Hasil Sensus Pertanian 2013. Sensus tersebut menyebutkan populasi sapi dan kerbau di Jawa Timur menurun hingga 1,23 juta ekor.
Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PPSK) 2011 mencatat adanya 5,06 juta ekor. Jumlah itu menurun menjadi 3,83 juta ekor saat sensus dilakukan. "Memang ada penurunan tajam. Ini termasuk penurunan terbesar," kata Kepala BPS Jawa Timur Sairi Hazbullah pada Tempo, Senin, 2 September 2013.
Penurunan populasi sapi dan kerbau ini memang terjadi secara nasional. Pada 2011 lalu, populasi sapi dan kerbau sejumlah 16,13 juta ekor menjadi 14,17 juta ekor. Sebagai penghasil sapi dan kerbau terbesar, penurunan populasi di Jawa Timur tertinggi di Indonesia.
Menurut Sairi, Sensus Pertanian 2013 ini merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan BPS setiap 10 tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaannya dilakukan dengan metode pencacahan lengkap usaha pertanian pada Mei 2013.
Dari hasil pencacahan lengkap, diketahui ada tiga kabupaten yang mempunyai sapi dan kerbau paling banyak. Ketiga daerah itu adalah Kabupaten Sumenep dengan 333,77 ribu ekor, Kabupaten Tuban 253,13 ribu ekor dan Kabupaten Malang 240,12 ribu ekor. Sedangkan jumlah sapi dan kerbau paling sedikit di Kota Mojokerto dengan hanya 144 ekor.
Penurunan absolut sapi dan kerbau terbesar dari 2011 ke 2013 terjadi di Kabupaten Jember yaitu turun 121,48 ribu ekor dan penurunan terendah di Kota Madiun dengan 104 ekor.
Pada Mei 2013, usaha pertanian tercatat sebanyak 4,98 juta rumah tangga usaha pertanian turun 1,33 juta dari 6,30 juta rumah tangga pada 2003. Ini berarti rata-rata penurunan per tahun sebesar 2,11 persen. Selain itu, ada pula 698 perusahaan pertanian berbadan hukum dan 913 usaha pertanian lainnya.
Menurut Sairi, penurunan populasi sapi dan kerbau itu kemungkinan dipengaruhi adanya efek psikologis dari penurunan secara nasional. Jawa Timur sebagai sentral sapi nasional menjadi pusat perburuan sapi dan kerbau dari provinsi lain. "Karena populasi dari provinsi lain berkurang, tentunya yang diburu ya di pusatnya, di Jawa Timur," kata Sairi.
Apalagi ada pengurangan impor sapi sehingga masyarakat banyak memburu sapi lokal. Akibatnya harga daging sapi melonjak. Alhasil, perburuan terhadap sapi dan kerbau pun meningkat karena harganya yang menggiurkan.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur Maskur mengaku belum menerima hasil Sensus Pertanian yang dilakukan BPS Jawa Timur. Namun, dia berani memastikan bahwa penurunan populasi tidak terjadi di Jawa Timur.
Maskur merujuk pada 4 indikator. Kelahiran meningkat, pemotongan sapi di Jawa Timur menurun, pengeluaran sapi ke luar provinsi yang dikendalikan dan tidak adanya wabah penyakit yang menyebabkan kematian. "Ada 4 indikator itu, dan tidak ada penurunan," katanya.
Menurut Maskur, jika memang terjadi penurunan hingga 1 juta ekor, tentu berpengaruh pada persediaan sapi dan kerbau di pasaran. "Tapi tidak berkurang di dalam pasar. Masih stabil," ujarnya.
Karena itu, Maskur meminta hasil sensus BPS dikaji kembali dan perlu ada perbandingan data. Dinas Peternakan sendiri juga melakukan pendataan harian, mingguan dan bulanan untuk memantau perkembangan populasi sapi dan kerbau.
Data Dinas Peternakan Jawa Timur menyebutkan produksi sapi di Jawa Timur mencapai 5,1 juta ekor dengan kebutuhan 510 ribu ekor. Jawa Timur menyumbang 31 persen untuk nasional. Maskur pun yakin menghadapi Idula Adha, Jawa Timur tidak akan kekurangan sapi. Dengan persediaan yang masih surplus, bisa memenuhi peningkatan kebutuhan 30-50 persen selama musim kurban.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Berita Terpopuler:
Briptu Rani: Keramahan Saya Disalahartikan
Jusuf Kalla: Jokowi Harus Nyapres
Sengman Pernah Hadir ke Wisuda Anak SBY?
Relokasi Blok G Cepat, Jokowi Tungguin Tukang Cat
Disebut Terkait Impor Sapi, Dipo Alam Berkelit