TEMPO.CO, Kairo - Komisi Otoritas Negara Mesir menyerukan pembubaran gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun. Badan ini juga merekomendasikan penutupan markas gerakan Islam itu di Kairo.
Rekomendasi tak mengikat ini didasarkan pada undang-undang tahun 2002 yang melarang organisasi dan kelompok membentuk milisi bersenjata, harian Al Ahram melaporkan. Organisasi ini pernah diberangus di era 1950-an.
Al-Ikhwan, kelompok politik yang paling terorganisir di negara itu, telah dituduh melakukan kekerasan untuk menghalangi langkah yang didukung militer setelah penggulingan mantan Presiden Mohammad Mursi pada 3 Juli. Sebagian besar pemimpinnya telah ditahan oleh otoritas baru di Kairo.
Perdana menteri sementara, Hazem el-Beblawi, pekan lalu mengatakan Al-Ikhwan tidak harus dilarang atau dikecualikan dari proses politik. Pernyataan Beblawi itu dipandang sebagai tanda keinginan pemerintah untuk mencapai penyelesaian politik dengan kelompok itu.
"Pembubaran partai atau kelompok bukanlah solusi dan tidak tepat membuat keputusan dalam situasi bergejolak," kantor berita negara MENA memberitakan, mengutip pernyataan Beblawi. "Lebih baik bagi kita memantau partai dan kelompok dalam rangka aksi politik tanpa melarutkan mereka atau mereka bertindak secara rahasia."
Didirikan pada tahun 1928, Al-Ikhwan dibubarkan oleh penguasa militer Mesir pada 1954. Meski masih dilarang selama pemerintahan 30 tahun Husni Mubarak, kelompok ini tetap hidup melalui lembaga amal dan anggotanya duduk di parlemen parlemen secara independen.
Kelompok ini kemudian memiliki sayap politik yang terdaftar secara hukum, Partai Kebebasan dan Keadilan, dibentuk pada 2011 setelah pemberontakan yang melengserkan Mubarak dari kekuasaan. Al-Ikhwan memenangkan pemilu, yang mengantarkan Mursi sebagai presiden.
Lebih dari 1.000 orang, termasuk sekitar 100 polisi dan tentara, tewas dalam kekerasan terburuk dalam sejarah modern Mesir. Sebagian besar meninggal ketika pasukan keamanan membubarkan dua kamp protes pro-Mursi pada 14 Agustus. Media pemerintah telah menggambarkan tindakan keras sebagai perang melawan "terorisme".
REUTERS | TRIP B