TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum terpidana kasus korupsi simulator mengemudi Djoko Susilo, Tommy Sihotang, menyatakan seluruh aset kliennya resmi bakal disita. Meskipun tidak disebutkan dalam putusan, aset Djoko yang mencapai ratusan miliar itu resmi dirampas.
“Cuma tiga yang dikembalikan, selebihnya dirampas,” ujar Tommy saat dihubungi Tempo, Rabu, 4 September 2013. Menurut Tommy, kliennya tidak dibebani uang pengganti kerugian negara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
“Kalau dibebankan uang pengganti berarti jadi double, semua asetnya Djoko, kan, sudah dirampas. Penyitaan aset itu sudah resmi menggantikan kerugian negara yang ada,” kata Tommy. Sebelumnya, Djoko resmi divonis dengan hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim juga meminta jaksa KPK menyita seluruh aset Djoko, terkecuali tiga aset Djoko berupa rumah dan dua unit mobil yang harus dikembalikan. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menganggap konstruksi hukum yang digunakan hakim dalam merampas kekayaan Djoko adalah model baru dalam sistem peradilan di Indonesia.
"Mudah-mudahan model konstruksi yang dibangun hakim menjadi model konstruksi hukum untuk penanganan kasus korupsi dan pencucian uang ke depan," ujar Bambang saat menggelar jumpa pers terkait putusan hakim terhadap mantan Kepala Korps Lalu Lintas tersebut di kantornya, Selasa malam, 3 Agustus 2013.
Konstruksi hukum yang dimaksud Bambang adalah putusan hakim yang mengintegrasikan antara Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Begitu pula dengan langkah hakim yang tidak hanya menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang untuk menjerat Djoko, tetapi juga menggunakan UU Pencucian Uang yang lebih dulu terbit, yakni UU Nomor 15 Tahun 2002 dan UU Nomor 25 Tahun 2003.
Dengan menggunakan integrasi undang-undang tersebut, kata Bambang, aset Djoko yang disita KPK--senilai Rp 120 miliar dalam nilai buku (NJOP) atau sekitar Rp 200 miliar dalam nilai pasaran--bisa dirampas negara secara maksimal. "Pada titik ini sangat menarik karena belum pernah ada putusan hakim dalam merampas aset melampaui nilai Rp 120 miliar," kata dia.
SUBKHAN