TEMPO.CO, Yogyakarta - Pakar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Mahrus Ali menilai vonis Majelis Hakim Pengadilan Militer terhadap 12 anggota Kopassus tersangka pembunuhan empat tahanan Lapas Cebongan belum adil. Menurut Mahrus meskipun vonis itu tidak terpaut jauh dari tuntutan Tim Oditur Militer II-11 Yogyakarta, keputusan Majelis Hakim Persidangan Militer masih melukai rasa keadilan. "Seharusnya, berdasar banyak fakta-fakta persidangan, vonisnya harus melampaui tuntutan oditur," kata dia kepada Tempo pada Kamis, 5 September 2013.
Mahrus mengatakan vonis hakim bisa lebih berat dari tuntutan oditur apabila mempertimbangkan adanya pelanggaran Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana. Kata dia hakim memberikan vonis untuk Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Koptu Kodik, dengan memecat dari dinas kemiliteran dan hukuman masing-masing 11 tahun, 8 tahun dan 6 tahun penjara karena hanya melihat adanya pelanggaran di pasal 338 KUHP. "Jadi, penembakan di cebongan dianggap pembunuhan biasa secara sengaja saja," kata Mahrus.
Mahrus mengatakan semestinya Majelis Hakim mempertimbangkan banyaknya fakta persidangan yang membuktikan adanya unsur perencanaan dalam kasus pembunuhan di Cebongan. Kata dia status semua tersangka sebagai pasukan militer terlatih juga tidak dilihat oleh Hakim. "Saya tidak setuju dengan pendapat saksi ahli (Profesor Edi Omar Sharif Hiariej) yang menganggap ini tidak direncanakan karena mereka belum tahu lokasi korban pada malam kejadian dan sedang dalam situasi stres," kata dia.
Kata Mahrus unsur rencana ada di fakta Ucok CS memakai Sabo penutup wajah saat beraksi, merusak CCTV hingga melaksanakan proses penyerbuan sampai penembakan dalam waktu 15 menit saja. "Apalagi, setelah membunuh, Ucok masih bisa menyetir mobil, berarti kondisinya tenang dan stabil. Artinya ada perencanaan sebelumnya," ujar dia.
Apabila Majelis Hakim menganggap ketiganya melanggar pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana, kata Mahrus, hukumannya ada tiga pilihan, 20 tahun penjara, kurungan seumur hidup atau mati. "Ada sejumlah fakta persidangan yang menunjukkan keadaan yang menyertai tindak pidana ini mengarah pada adanya rencana," kata dia.
Mahrus juga menganggap vonis untuk sembilan anggota Kopassus lainnya bisa lebih berat. Kata dia apabila majelis hakim menganggap mereka berperan turut serta melakukan tindak pidana maka hukumannya bisa setara dengan Ucok, yang melakukan eksekusi.
Namun, tampaknya, hakim hanya menganggap mereka berperan sebagai pembantu tindakan pidana pembunuhan sehingga hanya memberikan vonis penjara 1 tahun 9 bulan. "Peran mereka bisa dianggap turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan, sebab tanpa mereka Ucok tidak bisa melakukan eksekusi," ujar dia.
Mahrus juga curiga sejak awal persidangan kasus Cebongan sengaja dilokalisir untuk menjerat 12 tersangka saja. Sebabnya, dakwaan di kasus ini hanya memakai dasar adanya pelanggaran pasa-pasal pidana di KUHP. "Apabila memakai UU tentang pelanggaran HAM, atasannya juga bisa kena apabila terbukti memerintahkan, atau mengetahui tetapi tidak melarang, atau tahu namun menutup-nutupi. Garis komando tetap diperhatikan apabila memakai UU ini," ujar dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Topik Terhangat
Delay Lion Air | Jalan Soeharto | Siapa Sengman | Polwan Jelita | Tes Penerimaan CPNS
Berita Terpopuler
Istri Jaksa Pamer Pistol Juga Kerap Berulah
Jaksa MP 'Pamer' Pistol Pernah Tangani Buruh Panci
Jaksa Pamer Pistol Diperiksa Pengawas Kejagung
Jatah BLSM Diambil Orang, Kakek Ini Meninggal
2 Polisi Bernama Agus, Selamatkan Nyawa Warga