TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), mendesak pemerintah kembali memberlakukan harga jual perajin (HJP) untuk kedelai. Ketua Umum Gakoptindo, Aip Syaifuddin, mengatakan penghapusan HJP hanya membuat perajin lokal semakin terpuruk.
"Itu nanti namanya pasar bebas. Kalau perajin miskin masak bertanding dengan importir? Di mana pembelaan pemerintah terhadap yang miskin?" kata Aip di kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kamis, 5 September 2013.
Berdasarkan Permendag No. 26/M-DAG/PER/6/2013 tanggal 13 Juni 2013 tentang penetapan HJP di tingkat perajin tahu tempe, pemerintah memberlakukan HJP dan harga beli petani (HBP). Tapi, mulai September, HJP dihapuskan oleh Kementerian, dengan alasan untuk membuka keran impor selebar-lebarnya demi menurunkan harga.
Gakoptindo mempertanyakan dasar dari penghapusan penetapan HJP tersebut. Menurut dia, penghapusan tersebut tidak memiliki alasan kuat. Aip mengatakan, HJP pada Juli mencapai Rp 7.450 kemudian pada bulan Agustus, HJP ditetapkan mencapai Rp 7.700 per kilogram. Lalu tiba-tiba pada September HJP dihapuskan. "Idealnya HJP pada September dengan menyesuaikan kurs saat ini sekitar Rp 8.100," katanya.
Aip pesimistis penghapusan HJP akan mampu menurunkan harga kedelai. Ini disebabkan pasokan kedelai impor pun tidak bisa langsung didatangkan ke Indonesia. "Harga itu baru turun kalau kedelainya sudah datang. Kedelai datang paling cepat dua bulan lagi," katanya.
Gakoptindo meminta pemerintah menetapkan HJP pada level Rp 8.100 sambil menunggu datangnya pasokan kedelai impor, Hal ini dilakukan agar pengrajin bisa tetap bertahan mengantisipasi gejolak harga serta seretnya pasokan kedelai.
ANANDA TERESIA