Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ranti Aryani: Sukses dari Diskriminasi Jilbab

Editor

Agoeng Wijaya

image-gnews
Ranti Aryani. Tempo/Dian Triyuli Handoko
Ranti Aryani. Tempo/Dian Triyuli Handoko
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Ranti Aryani masih ingat betul detik-detik pengambilan keputusannya untuk berganti kewarganegaraan pada tahun 1997. Krisis moneter yang melanda Indonesia kala itu membuatnya terpaksa untuk ikut suaminya hijrah ke Amerika Serikat. "Padahal, awalnya suami yang mau jadi warga negara Indonesia," kata istri Richard G. Bennett Jr kepada Tempo, Agustus lalu, di Bintaro.

Ranti adalah pemilik Orchid Dental di Bala Cynwyd, Philadelphia, Amerika Serikat. Ketika ditemui Tempo, Ranti dan suaminya sedang mudik Lebaran ke Indonesia, sekaligus meluncurkan buku In God We Trust. Ranti Aryanti: Merentang Hijab dari Indonesia sampai Amerika Serikat.

Mengganti kewarganegaraan menjadi salah satu keputusan sulit yang harus diambil oleh wanita kelahiran Bogor, 1 April 1972 ini. Budaya yang berbeda serta pola bekerja di negeri orang sebagai pendatang tentu menjadi tantangan bagi wanita yang berprofesi sebagai dokter gigi itu. "Tentu saya takut," katanya. Namun, justru ketakutannya itu memacunya untuk terus bersemangat dan berusaha untuk menjadi salah satu dokter kelahiran Indonesia yang mampu bersaing di negeri orang.

Ranti menceritakan perjuangannya untuk bertahan di negeri orang. Sesekali dia menitikkan air mata. Untuk memiliki klinik sendiri, penyuka anggrek ini harus melewati masalah berlika-liku. Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Professor Dr. Moestopo pada Desember 1997, ia melanjutkan studinya ke New York University College of Dentistry pada tahun 2003.

Untuk terus menimba ilmu sekaligus bekerja dengan melatih prakteknya sebagai dokter gigi, ia pun sempat bekerja sekaligus menimba ilmu di United States Air Force (USAF/Angkatan Udara Amerika Serikat), Maxwell-Gunter Air Force Base, Montgomery, Alabama. "Itu seperti co-asst kalau di Indonesia," katanya.

Untuk masuk ke program pascasarjana akademi militer sambil mempelajari berbagai kasus gigi yang dialami para prajurit itu ternyata tidak gampang. Sebagai salah satu akademi lanjutan terbaik negeri itu, ia harus melewati banyak birokrasi, wawancara, serta banyak persiapan fisik hingga akhirnya sampai dinyatakan lulus sebagai mahasiswa kedokteran gigi di akademi militer itu. "Untuk masuk pun syaratnya harus memiliki GPA (Grade Point Average, semacam Indeks Prestasi) minimal 3,5 dari 4," kata wanita yang merasa beruntung memperoleh GPA 3,5 itu.

Perjuangannya belum berakhir setelah terdaftar menjadi mahasiswa di sana. Peristiwa serangan World Trade Center pada 11 Septermber 2001 ternyata masih menghantui institusi di Amerika Serikat sehingga diskriminasi terhadap Ranti, yang mengenakan jilbab, pun terjadi.

Sejak hari pertama menjadi mahasiswa, ia sudah dipersulit dengan urusan seragam lengan pendek yang harus ia kenakan. Padahal, sebagai muslimah ia membutuhkan seragam lengan panjang. Ia juga sempat diasingkan dan tidak diperbolehkan berpraktek beberapa bulan di institusi itu.

Setelah mendesak untuk berpraktek di sana, akhirnya ia pun diperbolehkan jadi asisten dokter gigi. "Asisten dokter gigi itu pangkatnya airman, lebih rendah dibanding pangkat kapten yang saya miliki," katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keluar dari USAF, tak berarti perlakuan diskriminatif menjauh dari Ranti. Namun, akhirnya ia bisa mengelola klinik giginya sendiri bersama sang suami. Saat ini wanita yang pernah mendapat penghargaan American Top Dentists pada 2011 oleh sebuah lembaga konsumen ini memiliki rata-rata seribu pasien setiap tahun. Pasiennya lebih banyak warga negara Amerika dibandingkan warga negara Indonesia. "Warga Indonesia tinggal agak jauh dari klinik kami," katanya.

Kini diskriminasi akibat kerudung yang dikenakannya sudah sangat berkurang. Kebanyakan pasiennya pun sudah merasa nyaman dengan pelayanan yang ia berikan. "Mereka (pasien) biasanya sudah melihat foto saya di website," katanya menceritakan kebiasaan para pasiennya.

MITRA TARIGAN


Topik Terhangat

Vonis Kasus Cebongan | Jokowi Capres? | Penerimaan CPNS | Suriah Mencekam

Berita Terpopuler
Abraham Samad: Rudi Rubiandini Orang Serakah
Istri @benhan: Suami Diperlakukan Bak Perampok
Zaskia Gotik Putuskan Pertunangan dengan Vicky
Ahok: Tiada Ampun bagi Kopaja Ugal-ugalan
Hukuman Serda Ucok: 11 Tahun Bui dan Dipecat

 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

3 hari lalu

Kondisi terkini pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, yang disandera Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Foto: TPNPB-OPM
Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

Ada empat akar masalah Papua, yakni sejarah dan status politik, diskriminiasi, kekerasan dan pelanggaran HAM berat, dan kegagalan pembangunan.


Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

14 hari lalu

Seorang pengunjung melihat sejumlah lukisan karya penyandang autisme saat pameran karya seni Art for Autism di Atrium Grand City, Surabaya, Selasa (2/4). Pameran untuk memperingati Hari Autisme Sedunia  ini sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap penyandang autisme dan juga sebagai kampanye menolak diskriminasi terhadap penyandang autisme. TEMPO/Fully Syafi
Asal Mula Hari Peduli Autisme Sedunia, Memahami Orang-orang dengan Spektrum Autisme

Hari Peduli Autisme Sedunia diperingati setiap 2 April untuk meningkatkan kesadaran tentang Gangguan Spektrum Autisme (ASD)


Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

21 hari lalu

Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang mendatangi Mabes Polri untuk memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa, 1 Agustus 2023. Panji Gumilang diperiksa atas kasus dugaan penistaan agama, ujaran kebencian, berita bohong, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hingga penyalahgunaan uang zakat. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Begini Ketentuan dan Bunyi Pasal Penistaan Agama yang Menjerat Panji Gumilang

Panji Gumilang dijerat Pasal Penodaan Agama, penghinaan terhadap agama di Indonesia masih mengacu pada Pasal 156a KUHP.


Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

38 hari lalu

Aktivis dari Aliansi Pekerja Rumah Tangga (PRT) menggelar aksi mogok makan di depan Gedung DPR RI, Senin, 14 Agustus 2023. Mereka berencana melakukan aksi mogok makan setiap hari ,dari pukul 10.00-17.00 WIB sampai RUU PPRT disahkan. TEMPO/M Taufan Rengganis
Mangkrak 20 Tahun, Apa Itu RUU PPRT yang Belum Juga Disahkan DPR?

Dua dekade RUU Perindungan Pekerja Rumah Tangga mangkrak tidak disahkan. Ini penjelasan mengenai RUU PPRT.


International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

40 hari lalu

Salah satu turunan tuntutan utama aksi International Women's Day Jogja 2024 berupa akses pendampingan bagi korban kekerasan difabel, pada Jumat 8 Maret 2024. TEMPO/Rachel Farahdiba R
International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

Peringatan International Women's Day Jogja 2024, Ketua Divisi Aksi dan Propaganda Srikandi UGM sebut mengusung tema "Mari Kak Rebut Kembali!"


Tentara Perempuan Ukraina Berperang di Dua Front: Melawan Rusia dan Diskriminasi di Militer

40 hari lalu

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy memberikan penghargaan kepada seorang Marinir Ukraina pada perayaan Hari Marinir Ukraina di garis depan, di tengah serangan Rusia terhadap Ukraina, di lokasi yang tidak diketahui. Ukrainian Presidential Press Service/via REUTERS
Tentara Perempuan Ukraina Berperang di Dua Front: Melawan Rusia dan Diskriminasi di Militer

Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan pada Oktober lalu bahwa hampir 43.000 tentara perempuan saat ini bertugas di militer.


Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

41 hari lalu

Seorang pekerja menurunkan kelapa sawit dari sebuah truk di pabrik kelapa sawit di Salak Tinggi, di luar Kuala Lumpur, Malaysia, 4 Agustus 2014. [REUTERS / Samsul Said / File Foto]
Malaysia Menang Terkait Isu Diskriminasi Uni Eropa terhadap Sawit di WTO

Malaysia memenangkan gugatan di WTO melawan tindakan diskriminasi Uni Eropa terhadap produk biofuel dari minyak sawit.


Kisah Marie Thomas Melawan Diskriminasi hingga Jadi Dokter Perempuan Pertama di Hindia Belanda

58 hari lalu

Marie Thomas menyelesaikan pendidikan di STOVIA pada 1922 dan langsung bekerja sebagai dokter di rumah sakit terbesar di Batavia kala itu, Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting yang sekarang menjadi RS Cipto Mangunkusumo. Spesialisasi yang diambilnya adalah bidang ginekologi dan kebidanan. Javapost.nl
Kisah Marie Thomas Melawan Diskriminasi hingga Jadi Dokter Perempuan Pertama di Hindia Belanda

Marie Thomas dikenal sebagai dokter perempuan pertama. Ia melalui diskriminasi saat sekolah kedokteran


Mengenang Gus Dur, Presiden yang Mencabut Inpres Larangan Merayakan Imlek

8 Februari 2024

Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. dok. TEMPO
Mengenang Gus Dur, Presiden yang Mencabut Inpres Larangan Merayakan Imlek

Presiden Gus Dur mencabut instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 pada era Presiden Soeharto yang melarang perayaan Imlek.


Universitas Harvard Dikomplain Diduga Diskriminasi Mahasiswa Muslim

8 Februari 2024

Sebuah tanda tergantung di gerbang sebuah gedung di Universitas Harvard di Cambridge, Massachusetts, AS, 6 Juli 2023. REUTERS/Brian Snyder
Universitas Harvard Dikomplain Diduga Diskriminasi Mahasiswa Muslim

Kementerian Pendidikan Amerika Serikat mengusut komplain bahwa Universitas Harvard terlibat dalam diskriminasi mahasiswa muslim pendukung Palestina.