TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Agama Balikpapan, Kalimantan Timur, resmi melarang nikah massal. Alasannya, momentum nikah massal terkadang disalahgunakan untuk legalisasi pernikahan siri warga Balikpapan.
“Sekarang saya mengambil kebijakkan tidak ada program nikah massal secara umum di masyarakat,” kata Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Balikpapan, M. Saifi, hari ini.
Saifi mengatakan warga semestinya menaati aturan pernikahan yang sudah diatur agama serta hukum negara. Prosedur pernikahan, kata Saifi, terbilang mudah sehingga bisa dilaksanakan pasangan calon suami-istri.
Kantor Agama Balikpapan hanya mematok biaya administrasi pernikahan sebesar Rp 30 ribu. “Biarlah sekarang masyarakat dulu belajar secara prosedural karena nikah itu mudah, murah. Yang susah itu, kan, lewat calo-calo itu,” ujarnya.
Saifi mengingatkan warga untuk mematuhi aturan pernikahan sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Ketentuan peraturan negara tidak memberikan perlindungan hukum pada pernikahan siri.
Di samping itu, anak dari hasil pernikahan siri tidak bisa memiliki surat akta kelahiran maupun masuk sekolah. Sebab, buku nikah orang tua selalu menjadi persyaratan utama.
Dia mengakui banyak komponen masyarakat yang mengajukan gelar program nikah massal. Pemkot Balikpapan, sekadar contoh, rutin melakukan kegiatan pernikahan massal setiap memperingati hari jadi kota yang jatuh pada bulan Februari. Ratusan pasangan tua-muda dinikahkan sesuai ketentuan aturan agama masing-masing.
SG WIBISONO