TEMPO.CO, Surabaya - Hasil riset yang tertuang dalam disertasi berjudul Mekanisme Proteksi dan Daya Hambat Vaksin Flu Burung H5N1-RG terhadap Virus Flu Burung Sub Clade 2.1.3 menunjukkan vaksin H5N1 yang beredar di Indonesia perlu dievaluasi. “Ada fenomena vaksin H5N1 yang beredar hanya menggunakan titel antibodi dan daya netralisasi,” kata Mohammad Yusuf Alamudin, 32 tahun, seusai pengukuhan sebagai pemegang gelar doktor termuda di Universitas Airlangga, Selasa, 10 September 2013.
Setelah diteliti lewat pengujian 2 dimensi, didapatkan ekstraksi protein antara virus H5N1 dan vaksin yang dihasilkan ternyata tidak kompatibel. "Pemegang kebijakan seharusnya merevisi kembali vaksin H5N1 maupun vaksin lain yang beredar di Indonesia saat ini."
Salah seorang promotor, Chairul Anwar Nidom, mengatakan penilaian terhadap produk vaksin selama ini ternyata salah. Vaksin untuk manusia tidak boleh ada toleransi alias zero tolerance. Masalahnya, kata Nidom, pemerintah saat ini memakai metode yang keliru.
Yusuf, kata Nidom, berhasil mengembangkan metode baru untuk menilai vaksin lewat penelitian 2 dimensi. Berdasarkan riset 2D, ada komponen antigen dan antibodi yang lepas dari vaksin impor. Lepasnya dua variabel ini menimbulkan ikatan antara kuman yang di luar dan daya tahan tubuh menjadi tidak stabil. "Jangan sampai ada orang Indonesia jadi korban vaksin impor," Nidom mengingatkan.
Nidom mendorong Yusup untuk mengkaji vaksin-vaksin yang beredar di Indonesia, termasuk vaksin H5N1. Alasannya, Yusup adalah salah satu korban penggunaan vaksin hingga menyebabkan polio pada kaki kirinya. Nidom menegaskan, Yusup berhasil menemukan metode pengujian 2D untuk menguji vaksin di Indonesia. "Selama ini hanya pakai teknik 1D. Ternyata setelah diuji 2D, tidak semua menempel (antibodi dan antigen), artinya ada toleransi. Padahal vaksin untuk manusia itu zero tolerance."
Ketua tim penguji, Teddy Ontoseno, mengakui Yusup sukses menemukan metode baru bagi pengujian vaksin di Indonesia. Riset Yusup dinilai mampu membongkar bahwa vaksin-vaksin yang beredar tidak cukup aman melindungi tubuh manusia. Selain untuk vaksin H5N1, temuan Yusup bisa digunakan untuk riset vaksin-vaksin lainnya. Dengan begitu, mutasi-mutasi virus bisa diuji. Dalam ujian doktoral tersebut, Yusup mendapat predikat cum laude. "Ini langkah preventif, pemerintah harus melihat temuan ini."
DIANANTA P. SUMEDI
Berita Terpopuler:
Wawancara Kocak Vicky Eks Zaskia Gotik di YouTube
Kondisi Korban Tabrakan Maut Jagorawi Memburuk
Cerita Pacar Dul Sebelum Kecelakaan
Kecelakaan Maut Jagorawi, Lancer Dul Atas Nama AD
Personel Coboy Junior Belajar dari Kecelakaan Dul
Menhut Tak Nyaman dengan Pertanyaan Harrison Ford