TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) berancang-ancang ambil langkah hukum merespons permohonan sekelompok orang kepada Mahkamah Konstitusi yang intinya meminta kekayaan Badan Usaha Milik Negara dipisahkan dari keuangan negara. "Kami masih kaji. Kemungkinan permohonan intervensi, atau permohonan baru, terpisah dari perkara yang sekarang," kata Peneliti ICW Emerson Yuntho usai menghadiri diskusi bertajuk 'Kekayaan Negara yang Dipisahkan: Apakah Tidak Termasuk Keuangan Negara?' di Gedung Badan Pemeriksa Keuangan, Kamis, 12 September 2013.
Perkara yang dimaksud Emerson adalah permohonan yang diajukan oleh Forum Hukum BUMN dan Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia, bahwa kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN lepas dari kekayaan negara dan keuangan negara.
ICW, kata Emerson, masih menimbang-nimbang rencananya tersebut. Sebab, jika hanya mengajukan permohonan intervensi terhadap gugatan yang ada, pihaknya tak bisa mengajukan saksi ahli dalam persidangan.
Emerson menyebut gugatan yang tengah disidangkan di MK itu berbahaya. "Kalau putusan dikabulkan, berbahaya. Ke depan, korupsi di BUMN tidak bisa ditangani KPK dan penegak hukum lainnya, tapi hanya dikenakan pidana biasa," katanya. "Karena kalau kekayaan negara terpisah dari keuangan negara, tidak ada unsur kerugian negara."
Dalam diskusi, Emerson sempat menyampaikan pendapatnya bahwa gugatan sekelompok orang itu adalah upaya untuk menghindari konsekuensi hukum dan audit BPK. "Ini bisa celaka dua belas," katanya. Emerson meminta para hakim Mahkamah Konstitusi berpikir jernih. "Ini mendorong perbaikan di BUMN atau melegalkan penyelewengan?"
Di luar perkara tersebut, menurut Emerson, ICW sedang menginisiasi penghapusan unsur kerugian negara sebagai salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi. Tujuannya, agar penyelewengan yang terjadi di lembaga negara bisa dijerat, meski tak ada unsur kerugian negara atau tanpa perhitungan kerugian negara.
MARTHA THERTINA