TEMPO.CO, Sumenep--Tak peduli panas menyengat bumi, Sutini, 40 tahun, terus melangkah menyusuri pematang sawah dan jalan terjal bukit berbatu. Tangan kanannya menenteng jirigen berisi air bersih. Ia masih menambah beban tubuhnya dengan seember air di kepalanya.
Selain meladang, berburu air bersih sudah jadi rutinitas Sutini dan puluhan warga Dusun Hopelan, Desa Mantajuh, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur dalam dua pekan terakhir. Tak tanggung-tanggung, untuk seember air bersih, wanita empat anak ini harus berjalan sejauh 5 kilometer ke sumber air. "Enak kalau punya sepeda, tidak capek," kata Sutini, Sabtu, 14 September 2013.
Terletak di daerah tandus, warga Desa Mantajuh memang hanya mengandalkan air tadah hujan untuk mandi, mencuci hingga mengairi lahan pertanian. Kepala Dusun Hopelan, Syafiudin mengatakan kekeringan telah melanda enam dusun di Mantajuh. Satu-satunya cara mendapatkan air bersih secara gratis hanyalah dengan mengambil dari sumur di Desa Dasuk yang berjarak 5 kilometer. "Kalau malas jalan jauh, bisa beli air tandon milik warga seharga Rp 1500 perember," katanya.
Dia berharap, Pemerintah Kabupaten Sumenep segera mencarikan solusi mengatasi krisis air bersih yang selalu melanda setiap musim kemarau tiba. Syafiudin mengusulkan pemerintah daerah setempat membuat sumur bor dan tandon besar.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumenep menyebutkan, terdapat 26 desa yang rawan kesulitan air bersih saat musim kemarau. Wakil Bupati Sumenep Soengkono Siddik mengatakan pemerintah sudah mengantisipasi krisis air bersih ini dengan menyediakan dropping tangki air bersih gratis. "Dropping baru dilakukan kalau ada permintaan," katanya.
MUSTHOFA BISRI