TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah dipastikan akan berdampak pada pembengkakan belanja subsidi energi pada tahun depan. Dalam rapat dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah memperkirakan belanja subsidi pada tahun depan mencapai Rp 328,7 triliun, atau lebih tinggi dari proyeksi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2014 sebesar Rp 284,7 triliun.
"Itu karena depresiasi rupiah, dengan sendirinya akan berdampak karena minyak dalam dolar. Akibatnya akan ada tekanan," kata Menteri Chatib di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 16 September 2013.
Pemerintah saat ini tengah mengkaji berbagai kemungkinan akibat adanya perubahan asumsi makro. Dari belanja subsidi tersebut, subsidi untuk BBM, LPG, dan BBN akan meningkat menjadi Rp 230,8 triliun, lebih tinggi dari anggaran yang diajukan dalam RAPBN sebesar Rp 194,9 triliun. Sementara estimasi belanja subsidi listrik diperkirakan mencapai Rp 98 triliun, naik dari sebelumnya Rp 89,8 triliun.
Adapun estimasi pendapatan negara pada 2014 sebesar Rp 1.640,3 triliun, turun dari sebelumnya sebesar Rp 1.662,2 triliun. Sementara estimasi belanja negara diperkirakan Rp 1.849,8 triliun, naik dari RAPBN 2014 sebesar Rp 1.816,7 triliun. Dengan kondisi tersebut, estimasi defisit anggaran sebesar 2,02 persen, naik dari sebelumnya sebesar 1,49 persen.
"Tapi jangan diartikan defisitnya akan menjadi 2,02 persen. Itu karena perkiraan perubahan asumsi makro sehingga belanjanya berubah. Dan belum ada effort yang dilakukan pemerintah. Defisitnya akan kurang dari 2,02 persen," kata Chatib.
Chatib mengatakan pada tahun depan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral harus melakukan berbagai upaya untuk menekan konsumsi BBM agar subsidi lebih tepat sasaran. Menurut dia, berdasarkan range yang disepakati di Komisi Energi DPR, kuota BBM diperkirakan akan mencapai 48-51 juta kiloliter. "Nanti tentu harus ada pembicaraan. Diharapkan kurang dari itu," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Armida Alisjahbana, mengatakan harus ada langkah yang untuk mengurangi volume konsumsi BBM. "Tadi rangenya 48-51 juta kiloliter. Itu kan belum dihitung dengan BBN (biofuel) 10 persen. Angka volume BBM itu belum dihitung dengan langkah yang akan dilakukan pemerintah," katanya.
Selain itu, upaya penerapan Radio Frequention Identification (RFID) dan konversi BBM ke Bahan Bakar Gas juga harus dilakukan dengan cepat. Jika skenario untuk mengurangi konsumsi BBM bisa dilakukan, Armida mengatakan angka defisit dan volume konsumsi bisa berkurang. "Jadi semua itu baru perkiraan, belum dihitung lagi. Itu bisa berkurang dari estimasi," tutur Armida.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Topik Terhangat:
Anak Ahmad Dhani | Bunda Putri | Penembakan Polisi | Miss World | Misteri Sisca Yofie
Berita Terkait
Nokia 'Diselamatkan', Bagaimana Nasib Blackberry?
5 Kelebihan Nintendo 2DS Dibanding 3DS
Mengapa CEO Microsoft Memilih Mundur?