TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla menilai Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mudah mendapatkan simpati publik karena memiliki gaya kepemimpinan yang otentik. Menurut Kalla, metode kepemimpinan Jokowi yang otentik salah satunya gemar "blusukan" ke permukiman warga.
"Dia beda dari yang lain. Meskipun dalam jangka panjang masih perlu membuktikan kualitasnya, tapi (gaya Jokowi) itu otentik," kata Kalla saat berbicara dalam Seminar "Authentic Leadership, Menggagas Kepemimpinan Indonesia Masa Depan" di Auditorium Magister Managemen UGM pada Selasa sore, 17 September 2013.
Menurut Kalla, gaya otentik Jokowi, seperti blusukan ke kampung-kampung, susah ditiru politikus lainnya. Apabila ada yang meniru, JK memastikan, efek yang muncul bukan simpati publik. "Keotentikan itu penting dalam kepemimpinan," kata JK.
Ketika berkunjung ke Bandung, Kalla mengaku memberi saran kepada Wali Kota Ridwan Kamil, yang baru dilantik, tidak perlu meniru gaya Jokowi yang gemar blusukan. Kalla meminta Ridwan tetap memimpin dengan gayanya sendiri. "Follower tak pernah sukses," ujar dia.
Dia berpendapat demikian karena keotentikan gaya politikus dipengaruhi oleh karakter personal yang kompleks. Kalla memberi contoh memahami gaya Jokowi yang suka blusukan karena berasal dari Solo. "Karakter orang Jawa, suka memberi sinyal untuk menyampaikan sesuatu. Jokowi mungkin merasa lewat blusukan pesannya sampai ke publik," ujar dia.
Baca Juga:
Gaya seperti ini, kata dia berbeda dengan dirinya yang asli Sulawesi Selatan. Kata Kalla, karakternya lebih suka berbicara terang-terangan secara terbuka. "Makanya Jokowi dan Ahok, beda-beda juga gayanya," ujar dia.
Pada acara yang sama, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, mengatakan gaya politikus terkait dengan pencitraan. Namun, dia membantah anggapan banyak orang yang kerap sinis dengan upaya pejabat publik melakukan pencitraan. "Baru salah kalau pencitraan positif, tapi faktanya negatif," kata dia.
Salah satu peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat itu menilai Presiden pertama Indonesia, Bung Karno, merupakan sosok politikus yang memahami fungsi pencitraan dengan baik. Dia memberi contoh, dalam sejarah tercatat, Bung Karno meminta foto ulang saat berpose berangkulan dengan Panglima Sudirman. "Dia tahu pencitraan di foto itu memiliki pengaruh besar dalam sejarah, makanya minta difoto ulang dengan hasil lebih baik," ujar dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Topik terhangat:
Tabrakan Anak Ahmad Dhani | Info Haji | Penembakan Polisi | Miss World
Berita lainnya:
Jokowi - Ahok `Menggoyang` Mal di Jakarta
`Penganiaya Janda Penjual Kopi Bukan Pro Hercules`
Hercules Minta Penyiksa Pedagang Kopi Ditembak
Banyak Wajah Asing Menjenguk, Dul Bertanya ke Maia
Video Vicky Prasetyo Dominasi Terpopuler YouTube
Jaden Smith: Sekolah Hanya Alat untuk Cuci Otak