TEMPO.CO, Teheran - Pemerintahan Iran membebaskan 11 tahanan politik, termasuk pembela hak asasi manusia Nasrin Sotoudeh. Mereka dibebaskan secara mendadak oleh otoritas Iran beberapa hari sebelum Presiden Hassan Rouhani untuk pertama kalinya berpidato di PBB.
"Saya tidak tahu alasan mereka membebaskan saya. Saya juga tidak mengerti atas dasar hukum apa mereka membebaskan saya. Tetapi saya (sekarang) bebas," kata Soutedeh, pembela hak asasi manusia yang dijatuhi hukuman enam tahun karena dianggap membahayakan keamanan nasional, kepada New York Times.
Sotoudeh dibebaskan pada Rabu petang waktu setempat, 18 September 2013, bersama dengan 10 tahanan politik lain. Dia merupakan tahanan yang disangka terlibat dalam kerusuhan menyusul keributan pada pemilu ulang 2009. Mahmoud Ahmadinejad menang dalam pemilihan itu.
Suami Sotoudeh, Reza Khandan, mengatakan kepada kantor berita Reuters, istrinya diantarkan ke rumah oleh petugas tahanan. "Ini bukan sementara, itu kebebasan," kata Khandan. "Kami semua bahagia dari lubuk hati yang paling dalam."
Sotoudeh ditahan pada September 2010 dengan tuduhan menyebarkan propaganda dan konspirasi demi merongrong kewibawaan negara. Dia melakukan mogok makan selama 50 hari sebagai bentuk protes terhadap pihak berwenang atas pelarangan terhadap putrinya untuk bepergian.
"Secara psikologis kondisi saya sangat baik, tapi pengalaman saya--dengan berbagai tekanan psikologi karena alasan keamanan dan tidak bisa menerima panggilan telepon--sangat sulit," ujarnya kepada kantor berita AFP usai pembebasannya.
Pembebasan mereka yang dianggap sebagai pembangkang politik itu berlangsung lebih kurang sepekan sebelum Presiden Rouhani untuk pertama kalinya berpidato di Sidang Umum PBB. Dalam kampenya semasa pemilihan umum, Rouhani berjanji menghapus aturan yang membatasi gerak politik dan sosial, serta membebaskan para tahanan politik.
Sebelum ditahan, Sotoudeh telah membela sejumlah jurnalis dan aktivis hak asasi manusia, termasuk peraih Nobel Perdamaian, Shirin Ebadi. Dia membela Zahra Bahrami, seorang perempuan berwarga negara ganda Iran dan Belanda, yang dijatuhi hukuman gantung atas tuduhan perdagangan obat bius.
AL JAZEERA | CHOIRUL
Terpopuler
SBY: Di Dunia, Hanya Indonesia Izinnya Berbelit
M.S. Hidayat: Saya Penyebab Kemacetan Jakarta
Ini Curhat Jokowi ke Boediono Soal Mobil Murah
Vanny Ditahan, Anggita Sari Liburan di Bali
Ditolak Jadi Duta Besar, Foke Bilang Wajar