TEMPO.CO, Jakarta - Kehidupan Benny Handoko, 34 tahun, kembali normal. Tersangka kasus pencemaran nama baik mantan politikus Partai Keadilan Sejahtera, Muhammad Misbakhun, ini mendapat penangguhan penahanan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Kamis, 5 September lalu, ia ditahan di Rumah Tahanan Cipinang karena dianggap mencemari nama baik Misbakhun lewat media sosial. Dalam akun Twitter-nya, @benhan, Benny menulis Misbakhun perampok Bank Century. Karena kicauannya itu, ia disangkakan Pasal 27 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Bebasnya Benny menjadi berita panas. Apalagi bebasnya diduga mendapat dukungan dari banyak pihak, di antaranya Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, yang saat itu berkicau di Twitter dengan akun @dennyindrayana: "Saya sudah perintah Karutan Cipinang menangguhkan penahanan @benhan malam ini juga." Benny mengaku tidak tahu soal itu. Selama di penjara, ia tidak bisa berkomunikasi dengan dunia luar.
Ia pun tidak bisa tidur karena cemas akan istri dan putrinya. "Jika lama di penjara, tertekan juga, karena tidak ada kegiatan selain mengobrol dengan tahanan lain," kata manajer proyek perusahaan kontruksi PT Murinda ini. Kepada Tempo, yang bertamu ke rumahnya di Bumi Serpong Damai, Banten, Rabu lalu, Benny menceritakan tentang hobi dan strateginya agar bebas.
***
Sejak kapan Anda dipanggil Benhan?
Awalnya oleh guru bahasa Indonesia di SMP Xaverius 1 Jambi yang iseng. Namanya Pak Gito. Karena nama saya Benny Handoko dan ada beberapa Benny di sekolah waktu itu, maka nama saya suka disingkat jadi Ben Han. Tapi terkadang ia mempelesetkannya jadi BeHa. Untungnya yang populer Benhan bukan beha-nya... ha-ha-ha.
Apa hobi Anda?
Menulis dan membaca buku. Saya biasa menulis di blog benhan8.wordpress.com dan @benhan, tentang politik. Tapi belakangan kebanyakan tentang Arsenal, klub bola idola saya. Cita-cita saya sebenarnya adalah penulis, tapi tidak kesampaian. Maksud saya, belum kesampaian. Masih sibuk.
Punya akun Twitter sejak kapan?
Tahun 2008. Tapi mulai aktif berkicau pada 2009. Saat itu saya sudah berkicau tentang kasus Century.
Anda mengikuti kasus itu?
Tentu saja. Di situ ada hal yang menarik. Di mana politikus bertarung, tapi nyatanya pertarungan itu tidak menyelesaikan skandal. Cuma digunakan sebagai ajang tembak untuk saling menjatuhkan antar-politikus.
Sebenarnya awal kasus Anda dengan Misbakhun bagaimana?
Awalnya akun @TrioMacan2000 men-tweet tentang Misbakhun sebagai pahlawan Century. Itu 7 Desember 2012. Kemudian tweet itu di-cc (diteruskan) orang ke saya. Saya retweet dengan menulis LOL (laughing out loud). Kemudian ada akun dengan nama Ovili yang provokasi saya terus. Saya tidak tahu kenapa, tapi yang pasti dia tahu saya mendukung Sri Mulyani dalam kasus Century.
Provokasinya seperti apa?
Ovili menulis: Sri Mulyani itu bukan korupsi, tapi perampok, seperti garong dan seterusnya. Saya langsung reaktif terhadap akun itu. "Kok bikin lawakan gak bisa lebih lucu lagi... Misbakhun kan termasuk yang ikut "ngerampok" Bank Century... Aya-aya wae..." Nah, saya tidak tahu Misbakhun ada Twitter. Saya tidak follow dia juga. Tapi kemudian ada yang cc (teruskan) ke dia. Terjadi perdebatan, dia tidak suka dan lapor ke polisi.
Apakah di Twitter Anda pernah berdebat dengan yang lain?
Pernah. Dengan Fadjroel Rachman. Di dunia maya itu biasa caci-maki. Bahkan saya kritik juga Prabowo. Misalnya, berkaitan dengan kegiatannya di Kopassus.
Kegiatan apa?
Jangan sebut lagi lah. Nanti kena lagi saya. He-he.
Menurut Anda, kenapa pengikut Anda di Twitter banyak, mencapai 51 ribu?
Orang follow saya karena tweet saya yang menarik. Bukan karena kenal saya. Yang pasti saya tidak beli follower. Tapi kecenderungannya, setelah di-follow figur publik, seperti Wimar Witoelar dan Goenawan Mohamad, follower saya jadi bertambah.
Sejak menjadi tersangka, apakah Anda berkicau sebanyak biasanya?
Agak direm dulu. Lebih hati-hati, jangan sampai kena pengaduan yang baru.
Apakah menurut Anda, ada etika berkicau di Twitter?
Tidak ada.
Tetapi Anda ditahan…
Itu konyol. Siapa pun bisa melaporkan siapa pun asalkan tersinggung. Ini yang repot. Perseteruan di antara dua orang yang harusnya kasus perdata, tidak fisik juga, dan belum tentu menghina, diurus aparat negara. Tidak ada manfaatnya.
Lalu apa strategi Anda agar bebas dari jeratan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)?
Saya akan kampanye bersama teman komunitas di Internet untuk merevisi Undang-Undang ITE. Ini dilakukan agar ada tekanan publik. Bagi saya, undang-undang itu tidak bermanfaat sama sekali. Malah menambah kerjaan polisi.
Sudah sejauh apa strategi itu Anda rancang?
Sedang digodok, dan lagi melobi sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan beberapa media online, yang rencananya mau ikut. Saya juga ajak Prita Mulyasari yang memenangkan kasus perdatanya dari Rumah Sakit Omni Internasional. Semuanya sambil saya menunggu panggilan pengadilan saja.
Ngomong-ngomong, Anda kenal Misbakhun?
Saya tidak kenal.
HERU TRIYONO