TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mendorong penggunaan transaksi non-tunai untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Rencana ini lantaran implementasi radio frequency identification (RFID) terlambat akibat permasalahan pengadaan alat.
Wakil Menteri Energi, Susilo Siswoutomo mengatakan, kontrol konsumsi BBM subsidi yang paling cepat sebaiknya memang menggunakan kartu non-tunai. "Kalau RFID itu menurut saya memang takes time, dari mengadakan alat, memasang di seluruh Indonesia, butuh waktu ekstra," ujar dia kepada wartawan di kantornya, Selasa 24 September 2013.
Susilo mengatakan, saat ini pemerintah sedang mempersiapkan teknis penggunaan dan fisik kartu non-tunai tersebut selama sebulan mendatang. "Perbankan sudah menyatakan siap, tinggal menunggu BPH Migas untuk mengeluarkan aturan tersebut," ujarnya. Jika payung hukum telah terbit sementara kartu belum ada, masyarakat bisa menggunakan kartu ATM.
Menurut dia, kartu tersebut nanti akan merekam jumlah BBM subsidi yang dikonsumsi oleh kendaraan yang datanya telah disimpan. "Setiap saat dia gesek, otomatis akan tercatat di bank, jumlah BBMnya, lokasi pengisiannya, dan berapa kali dia membeli," ujarnya. Selain itu, kartu tersebut berguna untuk mengetahui kepatuhan SPBU dalam penyaluran BBM yang dipasok oleh Depo.
Saat ini, sejumlah bank yang siap digandeng, di antaranya Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI. Kendati demikian, pengendalian tetap berada di Pertamina sebagai distributor dan BPH Migas sebagai pengawas. "Jadi record yang ada di bank akan dilaporkan ke Pertamina dan BPH Migas," ujarnya.
Bagi masyarakat yang tidak memiliki kartu ATM, pemerintah juga berencana menyediakan voucher di setiap SPBU. "Kan gampang tinggal beli voucher saja. Intinya kalau tidak punya kartu ya beli voucher, kalau tidak mau beli voucher ya silahkan beli Pertamax," ujarnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, mekanisme pembatasan konsumsi BBM subsidi akan menggunakan cashless transaction. Dengan mekanisme ini, pemerintah dapat memantau pembelian BBM oleh masyarakat bedasarkan data transaksi dari bank.
Sistem ini cenderung mudah diterapkan karena mayoritas SPBU telah dilengkapi alat transaksi yang terhubung dengan bank. "Masyarakat juga sudah banyak yang pakai kartu debit atau kredit, jadi tinggal dijalankan," ujarnya.
Pemasangan RFID diprediksi bakal molor dari jadwal akibat kendala pengadaan alat RFID oleh PT Inti sebagai pemenang tender. Direktur Utama PT Inti, Tikno Sutisno mengatakan, ada perbedaan asumsi dolar dalam kontrak kerjasama.
Proposal awal kontrak menggunakan asumsi rupiah di kisaran Rp 9.700 per dolar Amerika Serikat, sementara saat ini dolar sudah tembus di atas Rp 11.000 per dolar Amerika Serikat. Kalau nilai proyek tidak disesuaikan, pelaksanaan proyek RFID menjadi sulit karena alat tersebut diimpor dari Cina.
AYU PRIMA SANDI
Topik Terhangat:
Penembakan Polisi| Tabrakan Maut | Mobil Murah | Miss World | Info Haji
Berita Lainnya:
Cara Indra Sjafri Pilih Algojo Penalti AFF U-19
Fisik Evan Dimas dkk Lebih Kuat Dibanding Lawan
Blusukan Indra Sjafri Melahirkan Timnas U-19