TEMPO.CO, Jakarta - Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati belanja subsidi bahan bakar minyak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 sebesar Rp 210,7 triliun untuk jumlah kuota BBM sebanyak 48 juta kiloliter. Anggaran belanja subsidi BBM tahun depan lebih tinggi dibanding tahun ini yang sebesar Rp 199,9 triliun.
Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit mengungkapkan, rincian volume untuk bensin sebesar 32,46 juta kiloliter, minyak tanah 900 ribu kiloliter dan minyak solar sebanyak 14,6 juta kiloliter. Selain itu, anggaran subsidi itu juga memasukan rata-rata alpha BBM tertimbang, subsidi elpiji 3 kilogram, PPN atas BBM jenis tertentu dan elpiji tabung kilogram, dan kekurangan subsidi untuk 2010 hingga 2013.
Adapun indikator untuk menetapkan jumlah belanja subsidi tersebut berdasarkan pada nilai tukar Rp 10.500 per US$ dan harga ICP US$ 105 per barel untuk tahun anggaran 2014.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Edy Hermantoro mengklaim pihaknya telah melakukan pengawasan dengan maksimal. Menurut dia, peraturan mengenai larangan penggunaan BBM bersubsidi jenis solar untuk perkebunan dan pertambangan sudah diterapkan. "Kami juga sudah melakukan konversi BBM ke gas di beberapa SPBU di wilayah Jabodetabek dan akan segera mengimplementasikan sistem non cash atau RFID,” katanya.
Dengan upaya itu, pemerintah menargetkan volume BBM setelah melakukan pengendalian bisa ditekan pada angka 48 juta kiloliter. Namun DPR tetap meminta pemerintah melakukan pengendalian secara maksimal karena setiap tahun belanja subsidi terus membengkak.
"Angka itu lebih dari 20 persen, melebihi anggaran pendidikan. Saya kira harus ada klausul bagaimana peran pemerintah untuk melakukan pengendalian dan ini harus masuk dalam UU APBN 2014," kata Ahmadi.
Sementara itu Anggota Banggar dari Fraksi Golkar, Satya W Yudha. Menurut dia, hanya ada dua cara agar belanja subsidi tidak membengkak, yaitu dengan menaikkan harga atau merubah manajemen distribusi. "Harus ada kebijakan yang bisa dilakukan. Jika pola distribusi tertutup dijalankan, maka kuota bisa lebih ditekan," katanya.
Satya mengatakan, sistem distribusi tertutup bisa dilakukan dengan mengkelompokan jenis pengguna kendaraan. Menurut dia, pengguna kendaraan bermotor roda dua dan nelayan merupakan elemen yang harus mendapatkan subsidi. "Data base kelompok tersebut pasti ada. Jika pemerintah berani menerapkan manajemen tertutup, itu luar biasa," tuturnya.
ANGGA SUKMA WIJAYA
Berita Terpopuler
Bon Jovi Kehilangan Drummernya
Energi Lebih Diperlukan untuk 'Mata Najwa'
Alexandra Asmasoebrata Tak Dikenal di Konser Yovie
Hari Ini Dul Keluar Rumah Sakit
Adam Levine Sindir Video Musik Baru Lady Gaga