TEMPO.CO, Yogyakarta - Musim kemarau, mengakibatkan debu di lereng Gunung Merapi berterbangan. Apalagi menjelang datangnya musim hujan, angin kencang sering melanda areal berpasir akibat erupsi 2010.
Karena itu, wisatawan wajib memakai masker, untuk menghindari masuknya debu ke hidung dan mulut. Disarankan juga para wisatawan lava tour juga memakai kacamata. "Setiap wisatawan kami beri masker untuk menghindari debu," kata Subagyo, pengelola lava tour lereng Gunung Merapi, Rabu (25/9).
Saat ini, pengelola wisata lahar lereng Gunung Merapi ada 14 orang. Sedangkan masyarakat sekitar yang bekerja di sektor wisata pascaerupsi 2010, ada 300-an orang.
Saat wisatawan menelusuri wilayah yang terlanda erupsi, otomatis debu berterbangan akibat angin dan deru roda kendaraan. Angin kencang yang sering melanda daerah itu, kadang seperti pusaran angin. Sehingga wisatawan tidak bisa menghindari debu.
Para wisatawan yang berkeliling lokasi bekas erupsi dengan jip terbuka, langsung diberi fasilitas helm berkacamata hitam. Juga masker tipis penutup wajah. "Kalau masker kami bagikan gratis kepada wisatawan," kata dia.
Saat ini jika tidak di hari libur, kedatangan wisatawan antara 300 hingga 500 orang. Namun, jika hari minggu atau hari libur, bisa mencapai 1.000 orang. Harga tiketnya Rp 3.000 per orang. Parkir kendaraan roda dua Rp 2.000, pakir mobil Rp 5.000 dan bus Rp 10 ribu.
Sebelum menuju ke Kinahrejo atau bekas rumah almarhum Mbah Maridjan, wisatawan disedikan ojek, dengan tarif Rp 20 ribu, termasuk pemandu wisata dan perjalanan balik, di Ngrangkah yang berjarak sekitar 1 kilometer dari Kinahrejo.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Mafilindati Nuraini, mengatakan penggunaan masker sangat penting untuk menghindari debu. Jika debu-debu itu masuk mulut atau hidung lalu menembus paru-paru, bisa menimbulkan penyakit. "Bahayanya, partikel debu masuk ke saluran nafas, sehingga rentan penyakit saluran nafas, seperti infeksi saluran pernafasan, bronchitis, pemicu asma dan lain-lain," kata dia.
MUH SYAIFULLAH