TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilai rencana pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dengan menggunakan kartu yang bekerja sama dengan sejumlah bank, tak realistis. "Kalau pembatasan BBM berarti berpikirnya masih njlimet, tidak simpel. Berpikir sederhana saja lah," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, Andi Baso di Balai Kota Jakarta, Jumat, 27 September 2014.
Nantinya, penilaian pemerintah daerah Jakarta ini akan disampaikan dalam pertemuan 63 kepala daerah dan pejabat daerah lain di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pernyataan ini menanggapi rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) dengan cara pembelian tak lagi menggunakan uang tunai. Pengguna BBM pun akan terekam, apakah si pemilik kendaraan bermotor layak mendapatkan BBM bersubsidi atau tidak.
Pemerintah pusat memperkirakan dengan pembatasan, penggunaan BBM dapat dihemat sampai 15 persen. Negara pun tidak perlu menambah kuota BBM, bahkan tidak perlu impor. Pada tahun ini, kuota untuk BBM bersubsidi yang ditetapkan dalam APBN-P 2013 mencapai 47,6 kiloliter.
Lebih jauh, Andi menganggap kebijakan pembatasan BBM semacam ini tidak efektif untuk diterapkan. Salah satunya karena pendataan kendaraan di lapangan akan memakan waktu lagi. "Mau urus berapa mobil di Jakarta? 1 juta? Masa dicek satu per satu seperti itu. Kayak enggak ada kerjaan saja," katanya.
Ketimbang melakukan pembatasan konsumsi BBM seperti itu, ia berpendapat sebaiknya harga seluruh BBM dinaikkan. Sebab jika dibatasi, menurut Andi, biasanya malah penggunaan BBM bakal lebih tinggi karena banyak aparat yang menimbun BBM bersubsidi.
SUTJI DECILYA
Terhangat
Lurah Lenteng Agung | Mobil Murah | Kontroversi Ruhut Sitompul
Berita Terpopuler
Jokowi: Lurah Susan Tak Akan Dipindah
Ini Pengakuan Tersangka Penyekap Penjual Kopi
Ahok Tuding Ada Provokator Demo Lurah Susan
Perempuan Cantik di Seputar Narkoba
Demo Lurah Susan, Pengamat: Politik Dalih Agama