TEMPO.CO, Jakarta - Wilfrida Soik, tenaga kerja wanita asal Nusa Tenggara Timur, akan bersidang atas dakwaan hukuman mati pada Senin, 30 September 2013, di Mahkamah Agung Kota Bharu.
“Sidang ini berupa penetapan awal, yaitu untuk menentukan pasal apa yang tepat untuk menghukum Wilfrida,” kata Agustriyanto, Atase Tenaga Kerja Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia, kepada Tempo melalui saluran telepon, Ahad, 29 September 2013.
Agus berujar dakwaan hukuman mati dari jaksa terhadap Wilfrida berdasar tuduhan pembunuhan berencana sang majikan, Yeap Seok Pen. Namun tim kuasa hukum Wilfrida dari firma hukum Raftfizi & Rao, yang disewa oleh KBRI, mengajukan inti pembelaan bahwa Wilfrida melakukan pembunuhan karena terpaksa. Agus menegaskan, Wilfrida belum dijatuhi vonis hukum apa pun. Bahkan ia optimistis Wilfrida bisa bebas dari dakwaan mati.
“Wilfrida sangat mungkin bebas dari dakwaan jaksa karena dia masih di bawah umur. Untuk itu, kami meminta Pemerintah Daerah NTT menyiapkan bukti surat tentang kelahirannya,” ujar Agus.
Meski demikian, KBRI tetap menyiapkan langkah hukum selanjutnya jika pembelaan Wilfrida ditolak. “Jika gagal, kita langsung memanfaatkan ruang banding,” kata Agus. Sesuai sistem peradilan di Malaysia, upaya hukum banding dapat dilakukan ke Mahkamah Rayuan. Agus mengatakan KBRI akan tetap mengawal kasus hukum Wilfrida, bahkan hingga Mahkamah Persekutuan atau meminta amnesti dari pemerintah Malaysia.
Baca Juga:
Kasus Wilfrida sudah berjalan selama tiga tahun. Selama proses kasus berjalan, Agus mengatakan KBRI tidak cuci tangan. Sejak 20 Desember 2010, KBRI sudah melakukan pendampingan dengan menyediakan pengacara bagi Wilfrida. Kasusnya berjalan lambat lantaran selama tiga tahun ini dilakukan proses pengumpulan bukti.
“Di Malaysia, sidang dipimpin oleh hakim tunggal, efeknya kasus berjalan lama. Tapi waktu lama itu menjadi ruang bagi kita untuk mencari bukti baru atau novum,” ujar Agus.
Sementara itu, Faizin Sulistyo, dosen hukum pidana Universitas Brawijaya, mengatakan bahwa tidak ada hukum di mana pun yang dapat menjatuhkan vonis terhadap pelaku kejahatan yang masih di bawah umur.
“Setahu saya, di Malaysia juga ada Undang-Undang Perlindungan Anak. Konsepnya, anak di bawah umur tidak bisa dikenai hukuman mati,” kata Faizin yang pernah mengenyam pendidikan hukum pidana di Universitas Kebangsaan Malaysia ini.
NURUL MAHMUDAH