TEMPO.CO, Yogyakarta - Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, menyerukan Mahkamah Konstitusi instropeksi diri.
PSHK UII juga mendorong pengkajian atas dikeluarkannya penyelesaian sengketa pemilihan umum kepala daerah dari kewenangan Mahkamah Konstitusi. Alasannya, kasus sengketa pemilukada rawan adanya money politic dan penyuapan.
”Kalau perlu, dikeluarkannya kewenangan itu dikaji serius. Apalagi masih ada kontroversi soal konstitusional atau tidaknya MK menangani itu,” kata peneliti PSHK UII Anang Zubaidy, kepada Tempo, Kamis, 3 Oktober 2013.
Dia menegaskan, Mahkamah Konstitusi, sebagai lembaga bentukan reformasi politik dan konstitusi, harus menjaga jarak dari para pihak yang berperkara. Upaya itu adalah untuk menjaga dan menjunjung tinggi marwah MK sebagai pengawal konstitusi, sekaligus demokrasi. ”Kedudukan MK sebagai pengadil yang putusannya bersifat final dan mengikat,” kata Anang.
Hakim-hakimnya pun harus menempatkan diri sebagai negarawan yang berdiri di atas kepentingan negara dan konstitusi. Bukan sebagai perusak konstitusi dengan melakukan perbuatan tercela dan melanggar hukum. ”Kami minta Komisi Yudisial mengawasi hakim-hakim MK. Itu demi menjaga martabat dan keluhuran hakim,” kata Anang.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Topik Terhangat
Ketua MK Ditangkap |Amerika Shutdown| Pembunuhan Holly Angela| Edsus Lekra |Info Haji
Berita Terpopuler
KPK Tangkap Akil Mochtar dan Politikus Golkar
KPK Tangkap Ketua MK Akil Mochtar?
Suami Holly Angela Auditor Utama BPK
Ini Obamacare yang Buat Pemerintah AS Shutdown
Begini Sengketa Pemilu Gunung Mas
Ketua MK Ditangkap, KPK Sita Rp 3 Miliar