TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi setuju jika Pemerintah Provinsi Banten dinilai memiliki angka korupsi dan kecurangan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang cukup tinggi. Sebagian besar aksi korupsi terjadi di sektor proyek pembangunan infrastruktur. "Modusnya harga dimahalkan. Selain itu, pemerintah daerahnya kelebihan membayar," kata Uchok saat dihubungi Tempo, Senin, 7 Oktober 2013.
Sebagai contoh, Uchok mencatat pada tahun ini Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Banten melelang pembangunan Jembatan Kedaung Tahap I dengan paket pagu Rp.23.997.563.000. Pemerintah provinsi memenangkan PT Alam Baru Jaya dengan nilai penawaran sebesar Rp 23.419.786.000. "Penawaran ini lebih mahal ketimbang PT Putra Perdana Jaya yang menawarkan nilai harga Rp 18.206.622.000," kata dia.
Untuk korupsi ini, kemungkinan besar pihak pemerintah daerah kongkalingkong dengan perusahaan pemenang tender. Cara lain, pengusaha nakal yang ditunjuk sebagai pemenang merekayasa perusahaan-perusahaan lain peserta tender. "Biasanya dengan meminjam nama perusahaan-perusahaan lain, biar terkesan ramai tendernya," ujarnya.
Selain itu, dia juga menilai banyak proyek yang sengaja diturunkan kualitas pekerjaan. Tujuannya dua, yakni memperbanyak keuntungan dan menjadikan proyek itu sebagai pekerjaan abadi. "Misal pengerjaan jalan yang kualitasnya jelek pasti cepat rusak sehingga tiap tahun bisa diproyekkan pengerjaan jalan itu."
Saat disinggung kepastian siapa saja yang menikmati keuntungan proyek infrastruktur di Banten, Uchok mengaku tak tahu-menahu. Dia hanya meminta penegak hukum untuk segara turun tangan membentuk tim ivestigasi atau penyelidik agar dugaan korupsi ini bisa dibuktikan. Dia beralasan, jika melacak sendiri, bukti korupsi ini sulit dilakukan. "Istilahnya aromanya kuat tercium, tapi korupsinya belum kelihatan jelas.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan 44 kasus ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang menyebabkan keuangan provinsi Banten rugi Rp 23,29 miliar sepanjang 2012. Dari total kerugian tersebut, baru Rp 9,20 miliar atau 39,49 persennya yang kembali ke kas daerah.
BPK juga menemukan ada empat kasus pengelolaan keuangan yang mengandung potensi kerugian negara, yakni sebesar Rp 13,39 miliar. Sementara itu, total yang ditindaklanjuti Pemda baru Rp 445 juta atau 3,33 persen dari total temuan. BPK juga mencatat ada 19 kasus kekurangan penerimaan senilai Rp 4,74 miliar, baru 38,98 persen atau sebesar Rp 1,85 miliar yang telah ditindaklanjuti Pemda dengan penyetoran uang atau aset.
Selain itu, ada temuan lima kasus pengelolaan keuangan daerah yang menyebabkan ketidakhematan senilai Rp 13,629 miliar dan sembilan kasus ketidakefektifan senilai Rp 42,61 miliar.
INDRA WIJAYA
Berita Lainnya :
Silsilah Dinasti Banten, Abah Chasan dan Para Istri
Beredar, Surat dari Akil Mochtar ke MK
Soal Ratu Atut, Jawara Banten 'Tantang' KPK
Akal-akalan Putusan Akil, Wani Piro?
Akil Minta Apel Washington ke Bupati Gunung Mas
Jimly: Pertemuan SBY Bahas MK seperti Arisan
KPK Bakal Kaji Sistem di MK