TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mendesak Komisi Hukum DPR segera menyelesaikan pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebelum masa kerja DPR periode ini selesai pada Oktober tahun depan.
Desakan itu disampaikan anggota tim perumus RUU dari pemerintah yakni advokat senior Adnan Buyung Nasution, pakar hukum acara pidana Universitas Indonesia Andi Hamzah, dan dan pakar hukum Universitas Diponegoro Muladi.
Mereka meminta Dewan punya pengertian yang sama dulu soal hukum yang bersifat umum atau lex generalis. "Kita harus sepakat dulu kalau ini hukum umum, bukan khusus," kata Andi Hamzah di Kompleks DPR, Senin, 7 Oktober 2013.
Menurut Andi, kekhawatiran DPR soal bakal dibatasinya wewenang penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam KUHP dan KUHAP misalnya, tak pada tempatnya. Pasalnya, persoalan terkait KPK sudah diatur dalam Undang-Undang khusus. "Untuk soal-soal khusus ada Undang-Undang khususnya," kata Andi.
Sementara Adnan Buyung Nasution menilai RUU KUHP dan KUHAP dianggap mendesak karena Undang-Undang yang sekarang merupakan warisan kolonial Belanda. "Harus ada perbaikan segera. Ini sudah berlaku berpuluh-puluh tahun. Harus diperbaiki," kata pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) itu.
Adapun Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengatakan, dalam RUU KUHP dan KUHP, akan ada pasal-pasal yang membatasi wewenang penyidik kepolisian ketika menggali keterangan dari tersangka. Perubahan itu dibutuhkan setelah Indonesia ikut menandatangani perjanjian internasional yang menjamin hak hukum tersangka.
"Pasal ini kelak mencegah polisi menyiksa tersangka saat penyidikan," kata Menteri Amir. Masa pembahasan RUU KUHP dan KUHAP oleh DPR periode 2009-2014 praktis tersisa setahun lagi.
KHAIRUL ANAM
Berita Terpopuler
Silsilah Dinasti Banten, Abah Chasan dan Para Istri
Akil Minta Apel Washington ke Bupati Gunung Mas
Akal-akalan Putusan Akil, Wani Piro?
KPK Bakal Kaji Sistem di MK
Jimly: Pertemuan SBY Bahas MK seperti Arisan