TEMPO.CO, Surabaya - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi bersikeras meminta tugas penanganan sengketa pemilihan kepala daerah dilepaskan dari Mahkamah Konstitusi dan diberikan kepada Mahkamah Agung.
Usai memimpin rapat kerja gubernur di Surabaya, Gamawan menyatakan sengketa pilkada lebih masuk akal ditangani Mahkamah Agung. Menurut dia pendapat ini sudah diusulkan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemilu Kepala Daerah. "Usulan itu sudah mendekati final," ujar Gamawan, Selasa, 8 Oktober 2013.
Gamawan mengatakan usul revisi UU Pemilu Kepala Daerah sudah dia ajukan sejak Januari 2013. Dalam versi revisi, sengketa pemilu di tingkat kabupaten/kota diusulkan untuk ditangani Pengadilan Tinggi, dan tingkat provinsi oleh Mahkamah Agung. "Usulan itu sudah lebih dulu sebelum ada kasus suap Ketua MK," kata Gamawan.
Menurutnya, penanganan sengketa di Mahkamah Konstitusi membutuhkan biaya yang tidak murah. Ia mencontohkan kasus sengketa pilkada Sumba Barat Daya yang menghabiskan banyak biaya dan tenaga.
Saat itu, Mahkamah Konstitusi meminta penyelenggara pemilu untuk membawa 144 kotak suara. Sesampainya di Jakarta ternyata tidak dibuka dan dibaca dalam persidangan. Padahal kotak tersebut dibawa dengan menyewa pesawat sejauh dua ribu kilometer. "Cost tinggi, capeknya luar biasa. Ini beban tinggi juga untuk calon kepala daerah," kata Gamawan.
Penanganan sengketa di Pengadilan Tinggi akan menekan ongkos terutama di tingkat kabupaten/kota. Usulan ini, kata Gamawan, sudah dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat. Ia mengklaim banyak anggota DPR yang menyetujuinya.
Bagi Gamawan, kewenangan Mahkamah Konstitusi sebaiknya hanya sebatas menangani kasus sengketa Undang-Undang. "Sejak awal kewenangan MK kan di Undang-Undang, di UUD tidak ada," ujarnya.
AGITA SUKMA LISTYANTI
Berita Lainnya
Inilah Orang yang Diduga Tampung Duit Akil
APBD Bocor Dinsinyalir Jadi Aset Keluarga Atut
Ibu Vicky Prasetyo Diperiksa Polisi
Korupsi, Mahfud Md. Siap Potong Jari dan Leher
Jokowi, Rhoma Irama dan Warteg Warmo